Friday, July 18, 2008

**Menggapai Sukses Sejati*

Mungkin Anda dan saya sering menyaksikan betapa kesuksesan, puncak
keberhasilan, atau tercapainya cita-cita, terkadang justru memunculkan
semacam krisis eksistensi. Keberhasilan-

keberhasilan memang bisa membawa
seseorang ke posisi puncak dan bergelimang popularitas. Namun, tak jarang
justru pada saat berada di puncak kesuksesan karir itulah seseorang mulai
mempertanyakan apa sesungguhnya tujuan hidupnya yang sejati.

Memang, kesuksesan harus ditapaki dengan perjuangan, pengorbanan,
konsistensi, dan kerja keras. Semua orang ingin berhasil dan tidak ada
sukses yang gratis. Banyak orang salah menafsirkan dan menganggap bahwa
kesuksesan tidak memiliki ekses negatif sama sekali. Ini salah! Sukses pasti
memiliki ekses negatif jika diraih dengan cara-cara yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip dasar kemanusian. Misalnya, sukses diraih dengan
mengorbankan orang lain atau mengingkari keyakinan kita yang paling dalam.
Tetapi ingat, sukses yang diraih dengan cara-cara yang benar sekalipun bisa
mendatangkan akibat-akibat negatif.

Popularitas para pesohor misalnya, selain mendatangkan kekayaan, nama
besar, pemujaan, bahkan fanatisme, ternyata juga bisa mendatangkan
gangguan-gangguan psikologis. Misalnya: kesepian, keterasingan, stres,
depresi, neurotik, megalomania, dan ujung-ujungnya lari ke perilaku abnormal
atau narkotika. Kita pasti ingat apa penyebab kematian para pesohor seperti
Elvis Presley, Marlyn Monroe, John Lenon, dan Bruce Lee. Sukses spektakuler
mereka ternyata diikuti pula dengan tekanan-tekanan mental yang ternyata
tidak berhasil mereka kuasai. Akhirnya, sukses itu menjadi bumerang dan
menghancurkan hidup mereka sendiri.

Sukses itu tidak identik dengan tercapainya semua keinginan material,
berlimpahnya harta kekayaan, popularitas atau nama besar. Apa artinya sukses
jika itu diraih dengan mengorbankan harga diri, mengorbankan nilai dan
keyakinan yang paling dalam, mengorbankan keluarga, saudara, sahabat, atau
teman-teman sendiri.

Sukses sejati adalah sukses yang membuat kita merasa bersyukur telah
menjadi manusia yang seutuhnya. Sukses yang membuat kita tergerak untuk
menularkan dan membantu orang lain mencapai kesuksesannya. Sukses yang
membawa manfaat dan kebahagiaan bagi banyak orang. Jika saat ini kita sedang
berjuang menggapai sukses, jangan pernah lupa meletakkan tujuan kemanfaatan
bagi sesama itu, ke dalam fondasi rancang bangun perjuangan kita. Maka,
sukses sejati pasti kita raih!

andri wongso

* **Andrie Wongso
**Perang dengan Kemiskinan Mental*

Beberapa bulan terakhir ini, kita semua tak lepas dari wacana kebangkitan
bangsa . Para politisi, pengusaha, cendekiawan, agamawan, akademisi,
mahasiswa, dan hampir semua kalangan, dengan bersemangat membicarakan
bagaimana membangkitkan kembali bangsa yang besar ini. Siapa yang harus
memulai bekerja keras membangkitkan kembali? Para pemimpin? Atau "mereka" di
luar sana ? Atau justru harus dimulai dari diri kita sendiri?

Pada 2400 tahun yang lalu, berlaku prinsip *kill or to be killed*, membunuh
atau dibunuh. Supaya *survive* maka harus berperang membunuh musuh. Filosofi
* survival* zaman kehidupan Sun Tzu ini, sesungguhnya masih ada
relevansinya! Tentu saja, relevansinya bukan pada membunuh orang lain. Dalam
konteks bangsa ini, peperangan sesungguhnya tidak terjadi "di luar sana ",
melainkan perang terjadi "di dalam diri kita". Artinya, kita harus berperang
melawan kemiskinan mental yang sekian lama telah membelenggu diri kita.

Apa itu kemiskinan mental? Kemiskinan mental adalah sebuah kondisi mental
kejiwaan atau orientasi hidup seseorang yang dipenuhi oleh
kebiasaan-kebiasaan negatif, yang sifatnya sangat menghambat kemajuan.
Contohnya; malas, pesimistik, prasangka buruk, suka menyalahkan pihak lain,
dan iri pada keberhasilan orang lain. Mental miskin juga ditunjukkan dari
perilaku yang tidak disiplin, tidak punya kepercayaan diri, tidak
bertanggung jawab, tidak jujur, tidak mau belajar, tidak mau memperbaiki
diri, dan tidak punya visi ke depan. Inilah peperangan yang harus kita
menangkan saat ini.

Bayangkan! Seandainya setiap dari kita, mulai saat ini, detik ini juga,
satu demi satu tergerak untuk mengalahkan mental miskin. Berjuang
memenangkan medan pertempuran menuju kepada kekayaan mental. Yaitu mental
yang penuh rasa tanggung jawab, disiplin, kerja keras, percaya diri,
berkemauan untuk selalu belajar, pantang berputus asa, dan memiliki visi ke
depan.

Jika kita semua memiliki kekayaan mental, pasti kita akan *survive* dalam
kehidupan yang makin kompetitif. Peluang kita untuk meraih cita-cita akan
semakin besar. Dan kita bisa memandang masa depan kita dengan lebih
optimistik.

Bukan tidak mustahil, berangkat dari kebangkitan mental diri kita
masing-masing, maka kita telah ikut ambil bagian dalam membangkitkan kembali
kejayaan negeri tercinta ini. Jadi jelas jawabnya, jika ingin berdiri tegak
sama terhormatnya dengan bangsa lain, kita semua harus memulainya dari diri
kita masing-masing.

Demikian dari saya
Andrie Wongso

*Andrie Wongso**
**Kekuatan Keberanian Mengambil Risiko*

Dalam perjalanan hidup Jenderal Sun Tzu dikisahkan bahwa betapa strategi
perang terus untuk mencapai kemenangan itu bisa berubah detik demi detik,
demi mengimbangi atau menganntisipasi perubahan strategi musuh. Strategi ini
berpijak pada dasar pemikiran bahwa cara terbaik untuk menang perang adalah
dengan menguasai kemampuan membaca jalan pikiran ahli strategi musuh. Dan
barangsiapa mengetahui jalan pikir musuh dan mengetahui titik-titik
kelemahannya, dipastiikan dia bisa memenangkan adu strategi tersebut.

Namun setiap strategi pasti mengandung risiko. Dan strategi peran Sun Tzu
ditegaskan adanya prinsip mendasar yang mengatakan, "Kemenangan besar hanya
bisa dilakukan orang yang berani ambil risiko besar". Prinsip ini menegaskan
bahwa tanpa keberanian mengambil taktik berisiko besar, maka kemenangan
besar sulit diraih. Inilah inti dari strategi perang Sun Tzu yang
mensinergikan antara strategi perang yang cerdik dan matang dengan
keberanian mengambil risiko besar demi kemenangan yang besar pula.

Dalam kehidupan non-kemiliteran pun seperti bidang manajemen,
kewirausahaan, maupun kehidupan pribadi, kita mengenal prinsip strategi dan
risiko semacam ini. Mungkin kita telah menyusun rencana dan menetapkan
strategi untuk melakukan investasi, memulai bisnis baru, melakukan
diversifikasi maupun ekspansi usaha. Ada target-target dan mimpi-mimpi besar
dalam setiap tindakan tersebut. Ada peluang dan tantangan. Namun yang tidak
boleh kita lupakan adalah faktor risiko yang sudah pasti ada dan melekat
dalam setiap action kita. Ada risiko gagal, ada risiko berhasil. Itu pasti!

Contoh: mungkin berdasarkan perhitungan yang begitu matang, kita memiliki
kemungkinan keberhasilan di atas 70%. Memang dalam strategi Sun Tzu kita
diwajibkan untuk bisa memetakan keberhasilan lebih dulu. Memastikan
kemenangan baru melakukan perang. Nah, jika rencana dan strategi telah
dieksekusi sementara hasil yang didapat tidak sesuai perhitungan, itulah
risiko sebuah action. Kita tidak mungkin berhenti bertindak hanya karena
ingin menghilangkan sama sekali risiko kegagalan.

Seperti dalam kata-kata mutiara yang saya ciptakan, yang berbunyi; "Memang
di dalam kehidupan ini tidak ada yang pasti. Tetapi kita harus berani
memastikan apa-apa yang ingin kita raih". Jadi dalam lapangan hidup apa pun,
strategi itu penting. Tetapi keberanian mengambil risiko juga sangat
penting. Ingat, strategi tanpa keberanian mengambil risiko tidak akan
membawa kita ke tujuan apa pun.

No comments: