Friday, December 12, 2008

Kisah Nyata Seorang Pemuda Arab Yang Menimba Ilmu Di Amerika.

Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya.

Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. K etik a berada di Amerika , ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja.
Semula ia berkeberatan. Namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. K etik a pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghor-matan lantas kembali duduk.

Di saat itu si pendeta agak terbelalak k etik a meli-hat kepada para hadirin dan berkata, "Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini." Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya.
Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, "Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya." Barulah pemuda ini beranjak keluar.

Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pen-deta, "Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang mus-lim." Pendeta itu menjawab, "Dari tanda yang terdapat di wajahmu." Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut.

Sang pendeta berkata, "Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menja-wabnya dengan tepat." Si pemuda tersenyum dan berkata, "Silahkan!"

Sang pendeta pun mulai bertanya,
1. Sebutkan satu yang tiada duanya,
2. dua yang tiada tiganya,
3. tiga yang tiada empatnya,
4. empat yang tiada limanya,
5. lima yang tiada enamnya,
6. enam yang tiada tujuhnya,
7. tujuh yang tiada delapannya,
8. delapan yang tiada sembilannya,
9. sembilan yang tiada sepuluhnya,
10. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,
11. sebelas yang tiada dua belasnya,
12. dua belas yang tiada tiga belasnya,
13. tiga belas yang tiada em-pat belasnya.
14. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!
15. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?
16. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?
17. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?
18. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu!
19. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?
20. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yg diadzab dengan batu dan

siapakah yang terpelihara dari batu?
21. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!
22. Pohon apakah yang mempu-nyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30

daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di

bawah sinaran matahari?"

Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah.

Setelah membaca basmalah ia berkata,

1. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.
2. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT berfirman,

"Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami)."

(Al-Isra': 12).
3. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa k etik a

Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan k etik a

me-negakkan kembali dinding yang hampir roboh.
4. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur'an.
5. Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.
6. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ke-tika Allah SWT menciptakan

makhluk.
7. Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWT

berfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.

Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah

sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk: 3).
8. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman.

Allah SWT berfirman,"Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit.

Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Rabbmu di atas

kepala) mereka." (Al-Haqah: 17).
9. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu'jizat yang diberikan kepada Nabi

Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak,

darah, kutu dan belalang dan ****
10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan.
Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya

sepuluh kali lipat." (Al-An'am: 160).
11. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudaraYusuf
12. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu'jizat Nabi Musa yang terdapat

dalam firman Allah, "Dan (ingatlah) k etik a Musa memohon air untuk

kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu

memancarlah daripadanya dua belas mata air." (Al-Baqarah: 60).
13. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah

dengan ayah dan ibunya.
14. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu

Shubuh.
Allah SWT ber-firman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menying-sing."

(At-Takwir: 18).
15. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.
16.. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara

Yusuf , yakni k etik a mereka berkata kepada ayahnya, "Wahai ayah kami,

sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di

dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala." Setelah kedustaan

terungkap, Yusuf berkata kepada mereka," tak ada cercaaan ter-hadap

kalian." Dan ayah mereka Ya'qub berkata, "Aku akan memohonkan ampun

bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang."
17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara

keledai." (Luqman: 19).
18. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam,

malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.
19. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah

Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT

berfirman, "Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim." (AlAnbiya': )
20. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab

dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah

Ash-habul Kahfi (penghuni gua).
21. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya

wanita, sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya tipu daya kaum

wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 28).
22. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun,setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan dimalam hari dan dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin merasa takjub mende-ngar jawaban pemudamuslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta.
Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?"

Mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil.

Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata, "Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!"

Pendeta tersebut berkata,
"Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah.

" Mereka menjawab, "Kami akan jamin keselamatan anda."

Sang pendeta pun berkata,
"Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah."

Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam.
Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.



* Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.)
Kaum yang berpikir (termasuk para pendeta) sedianya telah mengetahui bahwa Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan akan menjaga manusia dalam kesejahteraan baik di dunia dan di akherat...
Apa yang menyebabkan hati-hati para pendeta itu masih tertutup bahkan cenderung mereka sendiri yang menutup rapat jiwanya..


Semoga Allah SWT memberikan Hidayah kepada mereka yang mau berpikir..
amien

Friday, July 18, 2008

**Menggapai Sukses Sejati*

Mungkin Anda dan saya sering menyaksikan betapa kesuksesan, puncak
keberhasilan, atau tercapainya cita-cita, terkadang justru memunculkan
semacam krisis eksistensi. Keberhasilan-

keberhasilan memang bisa membawa
seseorang ke posisi puncak dan bergelimang popularitas. Namun, tak jarang
justru pada saat berada di puncak kesuksesan karir itulah seseorang mulai
mempertanyakan apa sesungguhnya tujuan hidupnya yang sejati.

Memang, kesuksesan harus ditapaki dengan perjuangan, pengorbanan,
konsistensi, dan kerja keras. Semua orang ingin berhasil dan tidak ada
sukses yang gratis. Banyak orang salah menafsirkan dan menganggap bahwa
kesuksesan tidak memiliki ekses negatif sama sekali. Ini salah! Sukses pasti
memiliki ekses negatif jika diraih dengan cara-cara yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip dasar kemanusian. Misalnya, sukses diraih dengan
mengorbankan orang lain atau mengingkari keyakinan kita yang paling dalam.
Tetapi ingat, sukses yang diraih dengan cara-cara yang benar sekalipun bisa
mendatangkan akibat-akibat negatif.

Popularitas para pesohor misalnya, selain mendatangkan kekayaan, nama
besar, pemujaan, bahkan fanatisme, ternyata juga bisa mendatangkan
gangguan-gangguan psikologis. Misalnya: kesepian, keterasingan, stres,
depresi, neurotik, megalomania, dan ujung-ujungnya lari ke perilaku abnormal
atau narkotika. Kita pasti ingat apa penyebab kematian para pesohor seperti
Elvis Presley, Marlyn Monroe, John Lenon, dan Bruce Lee. Sukses spektakuler
mereka ternyata diikuti pula dengan tekanan-tekanan mental yang ternyata
tidak berhasil mereka kuasai. Akhirnya, sukses itu menjadi bumerang dan
menghancurkan hidup mereka sendiri.

Sukses itu tidak identik dengan tercapainya semua keinginan material,
berlimpahnya harta kekayaan, popularitas atau nama besar. Apa artinya sukses
jika itu diraih dengan mengorbankan harga diri, mengorbankan nilai dan
keyakinan yang paling dalam, mengorbankan keluarga, saudara, sahabat, atau
teman-teman sendiri.

Sukses sejati adalah sukses yang membuat kita merasa bersyukur telah
menjadi manusia yang seutuhnya. Sukses yang membuat kita tergerak untuk
menularkan dan membantu orang lain mencapai kesuksesannya. Sukses yang
membawa manfaat dan kebahagiaan bagi banyak orang. Jika saat ini kita sedang
berjuang menggapai sukses, jangan pernah lupa meletakkan tujuan kemanfaatan
bagi sesama itu, ke dalam fondasi rancang bangun perjuangan kita. Maka,
sukses sejati pasti kita raih!

andri wongso

* **Andrie Wongso
**Perang dengan Kemiskinan Mental*

Beberapa bulan terakhir ini, kita semua tak lepas dari wacana kebangkitan
bangsa . Para politisi, pengusaha, cendekiawan, agamawan, akademisi,
mahasiswa, dan hampir semua kalangan, dengan bersemangat membicarakan
bagaimana membangkitkan kembali bangsa yang besar ini. Siapa yang harus
memulai bekerja keras membangkitkan kembali? Para pemimpin? Atau "mereka" di
luar sana ? Atau justru harus dimulai dari diri kita sendiri?

Pada 2400 tahun yang lalu, berlaku prinsip *kill or to be killed*, membunuh
atau dibunuh. Supaya *survive* maka harus berperang membunuh musuh. Filosofi
* survival* zaman kehidupan Sun Tzu ini, sesungguhnya masih ada
relevansinya! Tentu saja, relevansinya bukan pada membunuh orang lain. Dalam
konteks bangsa ini, peperangan sesungguhnya tidak terjadi "di luar sana ",
melainkan perang terjadi "di dalam diri kita". Artinya, kita harus berperang
melawan kemiskinan mental yang sekian lama telah membelenggu diri kita.

Apa itu kemiskinan mental? Kemiskinan mental adalah sebuah kondisi mental
kejiwaan atau orientasi hidup seseorang yang dipenuhi oleh
kebiasaan-kebiasaan negatif, yang sifatnya sangat menghambat kemajuan.
Contohnya; malas, pesimistik, prasangka buruk, suka menyalahkan pihak lain,
dan iri pada keberhasilan orang lain. Mental miskin juga ditunjukkan dari
perilaku yang tidak disiplin, tidak punya kepercayaan diri, tidak
bertanggung jawab, tidak jujur, tidak mau belajar, tidak mau memperbaiki
diri, dan tidak punya visi ke depan. Inilah peperangan yang harus kita
menangkan saat ini.

Bayangkan! Seandainya setiap dari kita, mulai saat ini, detik ini juga,
satu demi satu tergerak untuk mengalahkan mental miskin. Berjuang
memenangkan medan pertempuran menuju kepada kekayaan mental. Yaitu mental
yang penuh rasa tanggung jawab, disiplin, kerja keras, percaya diri,
berkemauan untuk selalu belajar, pantang berputus asa, dan memiliki visi ke
depan.

Jika kita semua memiliki kekayaan mental, pasti kita akan *survive* dalam
kehidupan yang makin kompetitif. Peluang kita untuk meraih cita-cita akan
semakin besar. Dan kita bisa memandang masa depan kita dengan lebih
optimistik.

Bukan tidak mustahil, berangkat dari kebangkitan mental diri kita
masing-masing, maka kita telah ikut ambil bagian dalam membangkitkan kembali
kejayaan negeri tercinta ini. Jadi jelas jawabnya, jika ingin berdiri tegak
sama terhormatnya dengan bangsa lain, kita semua harus memulainya dari diri
kita masing-masing.

Demikian dari saya
Andrie Wongso

*Andrie Wongso**
**Kekuatan Keberanian Mengambil Risiko*

Dalam perjalanan hidup Jenderal Sun Tzu dikisahkan bahwa betapa strategi
perang terus untuk mencapai kemenangan itu bisa berubah detik demi detik,
demi mengimbangi atau menganntisipasi perubahan strategi musuh. Strategi ini
berpijak pada dasar pemikiran bahwa cara terbaik untuk menang perang adalah
dengan menguasai kemampuan membaca jalan pikiran ahli strategi musuh. Dan
barangsiapa mengetahui jalan pikir musuh dan mengetahui titik-titik
kelemahannya, dipastiikan dia bisa memenangkan adu strategi tersebut.

Namun setiap strategi pasti mengandung risiko. Dan strategi peran Sun Tzu
ditegaskan adanya prinsip mendasar yang mengatakan, "Kemenangan besar hanya
bisa dilakukan orang yang berani ambil risiko besar". Prinsip ini menegaskan
bahwa tanpa keberanian mengambil taktik berisiko besar, maka kemenangan
besar sulit diraih. Inilah inti dari strategi perang Sun Tzu yang
mensinergikan antara strategi perang yang cerdik dan matang dengan
keberanian mengambil risiko besar demi kemenangan yang besar pula.

Dalam kehidupan non-kemiliteran pun seperti bidang manajemen,
kewirausahaan, maupun kehidupan pribadi, kita mengenal prinsip strategi dan
risiko semacam ini. Mungkin kita telah menyusun rencana dan menetapkan
strategi untuk melakukan investasi, memulai bisnis baru, melakukan
diversifikasi maupun ekspansi usaha. Ada target-target dan mimpi-mimpi besar
dalam setiap tindakan tersebut. Ada peluang dan tantangan. Namun yang tidak
boleh kita lupakan adalah faktor risiko yang sudah pasti ada dan melekat
dalam setiap action kita. Ada risiko gagal, ada risiko berhasil. Itu pasti!

Contoh: mungkin berdasarkan perhitungan yang begitu matang, kita memiliki
kemungkinan keberhasilan di atas 70%. Memang dalam strategi Sun Tzu kita
diwajibkan untuk bisa memetakan keberhasilan lebih dulu. Memastikan
kemenangan baru melakukan perang. Nah, jika rencana dan strategi telah
dieksekusi sementara hasil yang didapat tidak sesuai perhitungan, itulah
risiko sebuah action. Kita tidak mungkin berhenti bertindak hanya karena
ingin menghilangkan sama sekali risiko kegagalan.

Seperti dalam kata-kata mutiara yang saya ciptakan, yang berbunyi; "Memang
di dalam kehidupan ini tidak ada yang pasti. Tetapi kita harus berani
memastikan apa-apa yang ingin kita raih". Jadi dalam lapangan hidup apa pun,
strategi itu penting. Tetapi keberanian mengambil risiko juga sangat
penting. Ingat, strategi tanpa keberanian mengambil risiko tidak akan
membawa kita ke tujuan apa pun.

Tuesday, July 15, 2008

Yaaa Robby Engkaulah Hakiim Sejati

Ya Alloh,kali ini sudilah Engkau dengar curahan hatiku...hati yang sedang gamang dalam keheningan malam.
Sungguh...Aku tak akan pernah gamang dalam peluk cintaMu,aku tak akan rapuh dalam dekap damaiMu..tak ada yang membuatku takut dan gelisah selama ada di sisihMu....
Ya Robb,aku hanya sedang gamang memandang wajah dunia...yang kian hari kian bengis mengikis asa.....
Yaa Robb,aku hanya sedang gamang akan ulah manusia,yang tega menumpahkan darah sesama dengan dalih sebagai pembela Mu.........
Benarkah begitu Yaa Tuhan? Apakah Kau meminta kami untuk saling menundukkan dengan senjata? Berjadal dengan nafsu amarah?Tak mungkin....Engkau terlalu suci untuk mentitah manusia dengan ulah durjana...


Aku yang manusia hina,yang pernah ternistakan oleh sebuah hujjah....
Demi tegaknya syariah...tak layak akal mencari celah....
Aku manusia yang pernah terhina ketika nalar menemukan cahaya....?
Sesat..itu kata mereka....Linglung kepala karena tanya tak jua menemukan jawab...
salahkan aku? bila logika perpetualang dan akhirnya menemukan sebuah bongkah tanya.........
bukan jawab ku dapat tapi laknat dan vonis sesat.......

Aku yakin akan keadilan Yaa Robb,cahaya indahMu tak akan mampu terbendung oleh gunung
Kebenaran suci tak akan mampu terbantah nalar....hanya kejujuran...hanya ketulusan
dan hanya ke ikhlasan untuk bisa menundukkan wajah cinta pada cahaya Agung Mu

Monday, July 7, 2008

Khusyu' Dalam Shalat

Habits pertama dari 5-Habits yang telah saya uraikan sebelumnya adalah
mendirikan shalat dengan khusyu’. Mendirikan shalat sudah kita lakukan
sehari-hari, pertanyaannya adalah apakah kita sudah mendirikan shalat
dengan khusyu’ atau belum. Apabila kita tidak dapat meraih khusyu’
dalam ibadah shalat, maka shalat yang kita lakukan sekedar mengisi
catatan bahwa kewajiban telah kita laksanakan, namun tidak mampu
menghadirkan hikmah shalat dalam kehidupan sehari-hari.

Khusyu’ adalah hal yang sangat penting dalam ibadah shalat kita
sebagaimana kutipan terjemahan QS Al-Mukminuun 1-2 menyebutkan ‘…..
mereka yang di dalam shalatnya khusyu’. Khusyu’ secara tatabahasa
berasal dari kata al-khusyu’ yang memiliki makna al-khudu’ yang
berarti tunduk. Seseorang yang meng khusyu’ kan matanya berarti orang
tersebut telah menundukkan pandangan matanya, dalam arti matanya tidak
digunakan untuk melihat hal-hal yang tidak perlu. Khusyu’ dalam shalat
dapat diartikan sebagai melaksanakan shalat dengan sepenuh jiwa dan
raga sehingga tidak melaksanakan hal-hal yang tidak perlu di luar
rangkaian tata cara ibadah shalat. Tata cara ibadah shalat yang
dimaksudkan disini adalah ibadah shalat sebagaimana dicontohkan oleh
Rasulullah SAW.

Sebelum Adzan Dikumandangkan
Ibadah shalat adalah ibadah yang waktu pelaksanaannya telah ditentukan
dan dapat kita ketahui dengan pasti setiap hari. Diantara gangguan
yang dapat mengurangi kekhusyu’an kita dalam menjalankan ibadah shalat
adalah godaan rasa kantuk dan godaan rasa lapar. Dari Anas bin Malik
Radhiyallahu Anhu, sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Apabila
dihidangkan makanan maka mulailah (Makan dahulu) sebelum shalat
maghrib.” (Hadits riwayat Muslim). Hikmah dari hadist ini adalah, kita
harus bisa mengatur jadwal makan dan istirahat kita agar tidak
mengganggu konsentrasi menjalankan ibadah shalat. Sudah saatnya segala
aktivitas pekerjaan dan rumah tangga kita atur ulang waktunya
menyesuaikan dengan jadwal ibadah shalat, sehingga kita tidak
mengantuk atau lapar justru pada saat waktu shalat tiba. Atau justru
sebaliknya, kesibukan pekerjaan dan rumah tangga kita mencapai
puncaknya ketika waktu shalat tiba.

Ketika Adzan Dikumandangkan
Rangkaian ibadah shalat dimulai ketika adzan dikumandangkan sebagai
panggilan shalat. Untuk mencapai khusyu’ dalam ibadah shalat, maka
konsentrasi jiwa dan raga sudah harus dimulai ketika adzan
dikumandangkan. Ketika adzan dikumandangkan, kita disunnahkan untuk
menjawab panggilan adzan sebagaimana adzan dilafadzkan, kecuali untuk
lafadz ‘hayya alasg shalah, hayya alal falah’. Tuntunan menjawab
panggilan adzan ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan lainnya.
Kebiasaan menjawab panggilan adzan mungkin selama ini sudah banyak
kita lalai kan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sekarang, kita harus
bisa mulai memupuk kebiasaan untuk menjawab panggilan adzan di tengah-
tengah kesibukan urusan pekerjaan atau rumah tangga kita. InsyaAllah,
menjawab panggilan adzan merupakan sarana menumbuhkan konsentrasi kita
sebelum menjalankan ibadah shalat sehingga khusyu’ lebih mudah kita
dapatkan. Hikmah lain yang dapat kita petik dari menjawab panggilan
adzan adalah mengucapkan doa selesai adzan, baik doa Allahumma Rabba
hadzihid da’watit taammah … dst serta doa pribadi kita yang lainnya.
Perlu diingat bahwa doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqomat
adalah salah satu doa yang tidak tertolak

Persiapkan Badan, Pakaian dan Tempat Shalat
Mempersiapkan badan kita untuk menjalankan ibadah shalat adalah
melalui berwudhu. Berwudhu merupakan pelaksanaan dari firman Allah
dalam QS Al-Maidah : 6, oleh karena itu berwudhu harus kita laksanakan
sepenuh hati sebagai persiapan bersih badan sebelum menjalankan ibadah
shalat. Tingkat kesempurnaan berwudhu akan mempengaruhi tingkat
kesempurnaan ibadah shalat kita. Agar kesempurnaan dalam berwudhu
dapat kita capai, maka kita harus menumbuhkan tentang hakikat wudhu
yang diakhiri dengan doa setelah wudhu sebagai manifestasi tawakkal
kita kepada Allah SWT.

Mempersiapkan pakaian artinya kita menggunakan pakaian yang bersih
ketika menjalankan shalat. Usahakan menggunakan pakaian yang polos
setidaknya agar tidak mengganggu konsentrasi saudara muslim yang lain
ketika kita shalat berjamaah. Menggunakan pakaian yang bersih ketika
kita shalat berjamaah di masjid disamping dapat memudahkan meraih
khusyu’ juga sebagai bentuk realisasi dari firman Allah SWT yang
artinya: “Wahai manusia pakailah pakaianmu yang indah setiap kali
memasuki masjid” (QS:Al-’Araf: 31)

Mempersiapkan tempat shalat tidak perlu kita lakukan apabila kita
menjalankan shalat di masjid. Namun apabila kita tidak menjalankan
shalat di masjid, maka kita harus memilih tempat shalat yang tenang,
tidak panas atau gerah, dan mampu menghadirkan malaikat di tempat
tersebut. Diantara tempat yang tidak didatangi oleh malaikan pembawa
rahmad adalah tempat yang di dalamnya ada anjing.

Persiapkan Pikiran Kita
Ada dua hal yang dapat membantu pikiran kita meraih shalat yang
khusyu’, yaitu memahami bacaan shalat dan merasakan seolah-olah shalat
yang kita lakukan adalah shalat terakhir dalam kehidupan kita.

Bacaan shalat sudah ditentukan dan mudah untuk dipelajari lafazd
maupun artinya. Agar bacaan shalat tidak sekedar kata yang harus
diucapkan, maka kita harus mengetahui arti kata yang berasal dari
bahasa Arab tersebut. Memahami arti bacaan shalat membuat kita merasa
bacaan shalat tersebut sebagai sarana komunikasi kita kepada Allah
SWT. Karena kita memahami artinya, maka kita tahu apa yang kita
ucapkan dan apa yang kita minta dari Allah SWT. Pemahaman ini
sekaligus akan membantu kita untuk menghindarkan lintasan-lintasan
pikiran yang mengintervensi shalat kita.

Cara lain untuk mempersiapkan pikiran kita guna meraih shalat khusyu’
adalah dengan menghadirkan pikiran bahwa shalat kali ini adalah shalat
terakhir dalam kehidupan kita. Bayangkanlah ketika kita akan segera
bertemu dengan Allah SWT dan dimintai pertanggungjawaban atas segala
perbuatan kita. Pikiran sebagai shalat terakhir juga dapat menyegarkan
ingatan kita tentang hari akhirat dan memutuskan perhatian kita atas
urusan dunia untuk sementara waktu.

Ketika Melaksanakan Shalat
Shalat yang kita lakukan tentunya harus sesuai dengan tuntunan yang
diberikan oleh Rasulullah SAW. Dalam tuntunan itu sudah begitu jelas
gerakan-gerakan yang termasuk rangkaian ibadah shalat. Meskipun dalam
banyak riwayat dikisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan
gerakan lain, misalnya Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong
bayi, namun kiranya hal ini tidak menjadi justifikasi bagi kita bahwa
kita boleh-boleh saja melakukan apapun ketika shalat. Tetaplah
konsentrasi pada rangkaian gerakan shalat saja dan melakukannya dengan
tenang dan tidak terburu-buru. Janganlah melakukan gerakan asal-asalan
dalam shalat, karena Rasullah SAW pernah bersabda “ … dan rukuklah
sehingga kamu tuma’ninah dalam rukuk itu. Lalu tegaklah berdiri sampai
kamu tuma’ninah dalam berdiri … dst’

Satu Langkah Mudah
Satu langkah mudah untuk menghadirkan khusyu’ dalam shalat, terutama
bagi muslim, adalah shalat berjamaah di masjid pada awal waktu. Dengan
mengamalkan shalat berjamaah di masjid pada awal waktu, maka seluruh
rangkaian persiapan dan pelaksanaan shalat yang diuraikan tersebut di
atas dapat dipraktekkan dengan lebih mudah. Satu habits pertama dapat
kita laksanakan dengan mudah, insyaAllah akan segera menyusul habits
berikutnya. Semoga cita-cita menjadi orang sukses dikabulkan oleh
Allah SWT.

Saturday, July 5, 2008

Bid'ahkah Puasa dan Amalan di Bulan Rajab?

Sebagian kaum muslimin mudah melontarkan kata "bid'ah". Salah
mendefinisikan "Bid'ah" salah pula kesimpulan dan aplikasinya. Mereka
sering melontarkan kata "Bid'ah" pada hal-hal yang sebenarnya mereka
belum banyak mengetahui. Termasuk ke dalamnya masalah keutamaan, puasa
dan amalan di bulan Rajab.

Ketika banyak hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah saw mengutamakan
bulan Rajab, berpuasa dan melakukan amalan-amalan utama di dalamnya
mereka langsung mengatakan hadis-hadis itu palsu, mengikuti
pendahulunya tanpa melakukan penelitian dan perbandingan yang cermat.

Hadis tentang keutamaan, puasa dan amalan di bulan Rajab banyak
sekali, bukan hanya shahih tetapi mutawatir. Karena hadis-hadis itu
diriwayatkan dari jalur Ahlussunnah dan Ahlul bait Nabi saw. Di antara
hadis-hadis yang diriwayatkan dari jalur Ahlussunnah:

Doa ketika melihat bulan sabit Rajab
Anas bin Malik berkata bahwa ketika memasuki bulan Rajab Rasulullah
saw berdoa: "
Ya Allah, berkahi kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikan kami
ke bulan Ramadhan."

Hadis ini bersumber: Al-Faqih Abu Muhammad Ismail bin Al-Husein
Al-Bukhari dari Al-Imam Abu A'la', tahun 399 H, dari Ismail bin Ishaq,
dari Muhammad bin Abu Bakar, dari Zaidah bin Abi Raqad dari Ziyadah
An-Numairi dari Anas bin Malik. (Fadhail Syahr Rajab: 494)

Penetapan Nabi saw tentang bulan Rajab
Ayah dari Ibnu Abi Bakrah salah sahabat Nabi berkata bahwa Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya zaman berputar seperti keadaan hari Allah
menciptakan langit dan bumi, satu tahun adalah dua belas bulan. Di
antara dua belas bulan itu adalah empat bulan mulia, tiga bulan
berturut-turut Dzul-Qaidah, Dzul Hijjah dan Muharram, dan bulan Rajab
yang berada di antara Jumadil Akhir dan Sya'ban …"

Hadis ini bersumber dari: Syeikh Al-Hafizh Ahmad bin Ali Al-Ishfahani,
dari Abu Amer Muhammad bin Ahmad dari Abbas Asy-Syaibani, dari Abu
Bakar bin Abi Syaibah, dari Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dari Ayyub, dari
Ibnu Sirin dari Ibnu Abi Bakrah dari ayahnya, ia salah seorang sahabat
Nabi saw.
Hadis ini Muttafaq alayh, diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail
Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Jami', dan Muslim bin Hujjaj Al-Qusyairi
dalam Musnadnya. Semuanya bersumber dari jalur Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi.

Penamaan bulan Rajab sebagai bulan Allah
Siti Aisyah isteri Nabi saw berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan Allah …"

Hadis ini bersumber dari: Abu Manshur Zhafr bin Muhammad Al-Husaini
dari Abu Shaleh Khalaf bin Ismail, dari Makki bin Khalaf, dari Nashr
bin Al-Husein dan Ishaq bin Hamzah, dari Isa bin Musa, dari Ubaiz bin
Quhair, dari Ghalib bin Abdullah, dari Atha' dari Siti Aisyah isteri
Nabi saw.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri, dengan mata
rantai sanad: Abu Nashir bin Ahmad bin Ali Asy-Syabibi, dari Abul
Hasan Muhammad bin Muhammad Al-Karizi, dari Abu Abdillah Muhammad bin
Isa An-Naisaburi, dari Muhammad bin Ibrahim dari Al-Husein bin Salamah
Al-Wasithi, dari Yahya bin Sahel, dari Isham bin Thaliq, dari Abu
Harun Al-Abdi dari Abu Said Al-Khudri. (Fadhail Syahr Rajab: 496)

Hari-hari bulan Rajab tercatat di langit
Abu Said Al-Khudri berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Bulan Rajab adalah bagian dari bulan-bulan yang mulia dan
hari-harinya tercatat di pintu-pintu langit yang keenam. Barangsiapa
yang berpuasa satu di dalamnya karena dasar takwa kepada Allah, maka
pintu langit dan hari itu berkata: Ya Rabbi, ampuniah dia…"

Hadis ini bersumber dari: Abu Muslim Ar-Razi dari Abu Nashr Manshur
bin Muhammad bin Ibrahim, dari Tsawab bin Yazid dari Al-Husein bin
Musa dari Ishaq bin Raziq, dari Ismail bin Yahya, dari Mas'ar bin
Athiyah dari Abu Said Al-Khudri. (Fadhail Syahr Rajab: 497)

Keutamaan mandi sunnah di bulan Rajab
Abu Hurairah berkata bahwa Rasululah saw bersabda:
"Barangsiapa yang menemui bulan Rajab, kemudian ia mandi sunnah pada
permulaannya, pertengahannya, dan akhirnya, ia akan keluar dari
dosa-dosanya seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya."

Hadis ini bersumber dari: Abu Nashr bin Abi Manshur Al-Muqarri, dari
ayahnya dari Abu Ja'far Ar-Razi dari Ja'far bih Sahel, dari Mahmud bin
Sa'd As-Sa'di, dari Ishaq bin Yahya dari Hafsh bin Umar dari Abban
dari Al-Hasan dari Abu Hurairah. (Fadhail Syahr Rajab: 497)

Puasa Nabi saw di bulan Rajab
Abu Hurairah berkata bahwa Rasululah saw bersabda:
"Aku tidak memerintahkan berpuasa di bulan sesudah bulan Ramadhan
kecuali di bulan Rajab dan Sya'ban."

Hadis ini bersumber dari: Ahmad bin Ali bin Ahmad Al-Faqih, dari Abu
Amer Muhammad Al-Muqarri dari Ali bin Said Al-Askari, dari Umar bin
Syabah An-Numairi, dari Yusuf bin Athiyah dari Hisyam bin Hassan, dari
Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah.

Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah saw berpuasa di bulan Rajab,
sehingga kami berkata beliau tidak berbuka dan berbuka…

Riwayat ini bersumber dari: Abul Hasan Muhammad bin Al-Husein bin
Dawud Al-Hasani, dari Abu Bakar Muhammad bin Ahmad, dari Abu Azhar
As-Salithi, dari Muhammad bin Abid dari Usman bin Hakim dari Said bin
Jubair, dari Ibnu Abbas.
(Fadhail Syahr Rajab: 498)

Keutamaan puasa di bulan Rajab
Abdul Aziz bin Said dari ayahnya, salah seorang sahabat Nabi saw, ia
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Bulan Rajab adalah bulan yang agung, di dalamnya kebaikan
dilipatgandakan. Barangsiapa yang berpuasa satu hari di dalamnya, maka
ia seperti berpuasa satu tahun. Barangsiapa yang berpuasa tujuh hari,
maka akan ditutup baginya tujuh pintu neraka. Barangsiapa yang
berpuasa delapan hari, maka akan dibukakan baginya delapan pintu
surga. Barangsiapa yang berpuasa sepuluh hari, maka ia tidak memohon
sesuatu kecuali Allah memberinya. Barangsiapa yang berpuasa dua puluh
lima hari, malaikat memanggil dari langit: Dosa yang lalu telah
diampuni, maka mulailah berbuat kebajikan. Dan Barangsiapa yang
menambahnya, Allah akan menambah kebaikannya."

Hadis ini bersumber dari: Abul Qasim Abdul Khaliq bin Ali Al-Muhtasib,
dari Abu Muhammad Ali bin Muhtaj Al-Kasyani, dari Abul Hasan Ali bin
Abdul Aziz Al-Baghawi, dari Ma'la bin Mahdi dari Usman bin Mathar
Asy-Syaibani, dari Abdul Ghafur, dari Abdul Aziz dari ayahnya, dia
salah seorang sahabat Nabi saw.
(Fadhail Syahr Rajab: 498)

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Barangsiapa yang berpuasa satu
hari di akhir bulan bulan Rajab ia akan diselamatkan dari siksaan yang
berat saat sakratil maut dan azab kubur. Barangsiapa yang berpuasa
dua hari di akhir bulan ini ia akan diselamatkan di shirathal
mustaqim. Dan barangsiapa yang berpuasa tiga hari di akhir bulan ini
ia akan diselamatkan pada hari kiamat, hari yang sangat menakutkan."
(Mafatihul Jinan, bab 2 Keutamaan bulan Rajab)

Keutamaan puasa tiga hari berturut-turut
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa yang berpuasa di bulan mulia hari Kamis, Jum'at dan
Sabtu, Allah mencatat baginya sebagai ibadah sembilan ratus tahun."

Hadis ini bersumber dari: Ali bin Syuja' bin Muhammad Asy-Syaibani,
dari Umar bin bin Ahmad bin Ayyub Al-Baghdadi, dari Al-Husein bin
Muhammad bin Ufair Al-Anshari, dari Ya'qub bin Musa Al-Madani, dari
Anas bin Malik. (Fadhail Syahr Rajab: 500)

Keutamaan puasa pada hari Bi'tsah
Hari bi'tsah adalah hari Muhammad saw diangkat menjadi seorang nabi.
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa yang berpuasa ada hari kedua puluh tujuh bulan Rajab,
Allah mencatat baginya sebagai puasa enam bulan. Hari itu adalah hari
Jibril turun pada Muhammad saw, awal ia membawa risalah kepadanya."

Hadis ini bersumber dari: Abu Sa'd As-Sa'di dari Abu Nashr Muhammad
bin Thahir Al-Adib, dari Muhammad bin Abdullah dari Habsyun bin Musa,
dari Ali bin Said dari Dhamrah bin Rabi'ah dari Ibnu Syudzab dari
Mathar Al-Warraq, dari Saher bin Hausyab dari Abu Hurairah. (Fadhail
Syahr Rajab: 500)

Wednesday, July 2, 2008

5 perkara yang harus di pegang erat-erat

Kupesankan kepada kalian 5 hal.Betapapun kalian 'mencambuki punggung unta-unta" untuk mencapainya,hal yang demikian itu sudah sepatutnya:
1.Jangan sekali-kali kalian menunjukkan harapan selain kepada Alloh Tuhan kalian
2.Janganlah kalian merasa takut akan sesuatu selain dosa-dosa kalian sendiri
3.Jangan sekali-kali kalian merasa malu berkata,"aku tidak tahu",apabila ditanya tentang sesuatu yang memang tidak kalian ketahui.
4.Jangan sekali-kali kalian merasa malu belajar sesuatu yang memang tidak kalian ketahui.
5.Bersabarlah selalu,sebab hubungna antara sabar dan iman,sama seperti halnya kepala dan tubuh.Maka jika tak ada guna tubuh tanpa kepala,demikian pula iman tanpa sabar.

dari nahjul balaghah

Monday, June 30, 2008

Ismah Nabi Muhammad SAWA

Dalam al-Qur'an kata ismah digunakan sebanyak 13 kali dalam bermacam-macam bentuk, namun semuanya mengandung satu pengertian iaitu imsak (menahan diri), dan mana' iaitu mencegah. Ibn Faris berkata kata ismah yang benar mempunyai satu akar yang menunjukkan maksud menahan diri (imsak), mana' (mencegah) dan mulazamah (penetapan atau tidak meninggalkan). Dan semua itu mengandung satu pengertian iaitu ismah bermaksud pemeliharaan Allah SWT terhadap hambaNya dari keburukan yang akan menimpanya, dan hamba itu berpegang teguh kepada Allah SWT. Dengan demikian ia tercegah dan terlindungi. Di antara ayat-ayat yang menyebutkan ismah ialah Surah Ali Imran: 103, Surah Yusuf:32, At-Tahrim:6, dan Al-Maidah:67. Al-Mufid menyatakan bahawa ismah dalam bahasa yang aslinya adalah sesuatu yang dipegang teguh oleh manusia, yang dengannya terpelihara dan terhindar dari apa yang tidak diinginkan. Menurut Jamaluddin Miqdad bin Abdullah al-Asadi al-Hilli bahawa ismah adalah sifat kejiwaan yang tetap stabil dan ismah itu memelihara orang yang memiliki sifat itu dari perbuatan dosa dengan ikhtiar dan kemampuannya. dengan sifat ini, ia mengetahui akibat-akibat kemaksitan dan baiknya ketaatan. Kerana, ketika kesucian sampai ke jiwa dan ilmu yang sempurna mengetahui derita akibat kemaksiatan dan kebahagian akibat ketaatan, maka ilmu itu pasti menetapkan ke dalam jiwa, maka ia menjadi sifat yang tetap"(Al-Lawa'mi al-Ilahi, hlm.170). Justeru ismah adalah suatu kekuatan di dalam jiwa yang memelihara manusia dari perbuatan yang menyimpang dari Allah SWT. Ismah bukan sesuatu yang berada di luar zat manusia yang sempurna.

Menurut Almarhum Allamah Thabatabai bahawa ilmu ismah, yakni daya ismah tidak merubah tabiat manusia yang ikhtiari dalam perbuatannya berdasarkan kehendak, dan tidak ada yang merubahnya dengan unsur paksaan. Ilmu adalah bahagian dari dasar-dasar ikhtiar dan dasar kekuatan ilmu tidak mewajibkan kecuali pada kekuatan kehendak, seperti pencari keselamatan. Jika ia yakin ada cairan apa sahaja yang sangat panas dan dapat membunuh orang dengan menjerumuskan ke dalamnya maka dengan ikhtiarnya ia pasti tidak meminumnya. Tiada lain pelaku itu termasuk terpaksa, sama ada ia keluar dari salah satu dari dua alternatif - melakukan dan meninggalkan - dari kemungkinan kepada kemustahilan.

Menurut Syaikh Ja'far Subhani bahawa Nabi yang maksum mampu melakukan kemaksiatan dan dosa, sesuai dengan kemampuan dan kemerdekaan yang ada padanya tetapi kerana ia telah mencapai peringkat taqwa yang tinggi, ilmu yang qath'i terhadap akibat dosa dan kemaksiatkan serta kerana pengaruh timbulnya perasaan mengagungkan Khaliqnya. Dengan demikian ia terpelihara dari perbuatan itu, dan ia tidak melakukan perbuatan walaupun dengan kemampuan dan kekuasaannya sendiri.

Ismah disifatkan sebagai anugerah Ilahiyyah kepada orang yang mampu mengambil manfa'at darinya untuk meninggalkan segala perbuatan yang buruk berdasarkan kebebasan, kemerdekaan dan ikhtiarnya. Allamah Al-Hilli menjelaskan bahawa ismah adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada hambaNya, yakni anugerah yang mendekatkan pada ketaatan, yang dengannya ia tahu bahawa ia tidak akan melakukan kemaksiatan dengan syarat bahawa hal itu tidak berakhir dengan kepasrahan.

Justeru ismah tidak diberikan kepada seseorang kecuali setelah adanya persediaan sifat-sifat yang baik di dalam jiwa orang yang maksum yang layak menerima anugerah itu. Qabiliyah (persediaan) yang diturunkan secara keturunan dan perwarisan misalnya genetik yang baik dari keturunan yang baik, dan segala sifat-sifat yang baik turut berpindah melaluinya zuriat dan keturunan yang baik juga. Selain dari itu ialah faktor pendidikan yang baik dan ikhtiar yang baik dalam peribadi dan sosial seperti melawan hawa nafsu yang jahat dan sebagainya. Jelas bahawa para Anbiya'dan Imam-imam mempunyai ketiga-tiga faktor itu melebihi orang lain dan jadilah mereka pilihan Allah SWT dalam kurniaan terhadap ismah tersebut.

Almarhum Allamah Thabatabai menyatakan bahawa sesungguhnya Allah SWT menciptakan sebahagian hambaNya atas dasar fitrah yang kukuh dan penciptaan yang seimbang, kemudian mereka tumbuh berkembang dari dasar itu menjadi manusia yang memiliki kecerdasan, kepimpinan, pengetahuan yang benar, jiwa yang suci dan hati yang Islami. Di samping mereka memperolehi kesucian fitrah, keselamatan jiwa dari nikmat keikhlasan sebagaimana yang didapatkan oleh manusia lain, yang demikian itupun melalui usaha dan ikhtiar dalam mencapai kesucian yang tertinggi dan penghindaran dari bermacam-macam kotoran dan kelemahan. Yang jelas mereka itu adalah hamba Allah yang mukhlasin (yang diikhlaskan). Mukhlasin adalah para Nabi dan Imam. Al-Qur'an menetapkan bahawa Allah SWT memilih mereka, yakni mengelompokkan mereka berdasarkan kehendakNya. Allah SWT berfirman yang bermaksud: " Dan Kami telah memilih mereka dan Kami menunjukkan mereka ke jalan yang lurus." (Al-An'am:87)

Menurut Syeikkh Ja'far Subhani terdapat tiga tahap ismah iaitu:
1. Terpelihara dalam pemikiran wahyu, menghafal, dan menyampaikannya kepada manusia.
2. Terpelihara dari perbuatan maksiat dan dosa.
3. Terpelihara dari kesalahan dalam masalah-masalah peribadi dan sosial.

Bukti-bukti Ismah Nabi Muhammad SAWA

Menerusi al-Qur'an, terdapat begitu banyak ayat-ayat yang membuktikan ismah (kemaksuman) Rasulullah SAWA.

Pertama:
Firman Allah SWT dalam surah 33:33 yang bermaksud:

"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa-dosa kamu Ahlul Bayt dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersih."

Ayat ini membentangkan dengan jelas tentang kebersihan, kesucian serta kekudusan itrah (keluarga Nabi SAWA atau Ahlul Bayt AS dari sebarang cacatcela. Penyucian ini bukanlah dilakukan oleh manusia sendiri, tetapi oleh Allah SWT. Kalau keluarga Nabi SAWA dibersihkan dengan sesuci-sucinya, tentulah Nabi SAWA termasuk juga di dalam pengertiannya, dan turut sama dibersihkan dari perbuatan yang tercela dan seumpamanya.

Kedua:
Firman Allah dalam surah 59:7 yang bermaksud:

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkan dia."

Ini menunjukkan perintah dan larangan Rasul sentiasa diperkenankan Allah SWT. Tentulah seseorang itu boleh memastikan dengan yakin tentang perintah dari orang yang maksum berbanding dengan yang bukan maksum.

Ketiga:
"Firman Allah dalam surah 3:31 yang bermaksud:

"Katakanlah:Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."

Di sini kecintaan Allah bergantung kepada kecintaan dan ketaatan mereka kepada Nabi SAWA. Kedua-dua cinta ini terangkum sekaligus di dalam ayat tersebut. Kalau seseorang itu mencintai Allah, maka sewajarnya dia menuruti Rasulullah SAWA kerana dengan melaksanakan perbuatan sedemikian, Allah akan mencintai mereka. Perkara seumpama ini tentu tidak dapat dibayangkan, sekiranya Nabi-nabi tidak maksum dari berbagai-bagai keburukan dan kecelaan.

Keempat:
Kemaksuman Nabi SAWA tidak terbatas kepada perbuatan semata-mata, malahan kata-kata beliau juga termasuk di dalam himpunan perintah Alllah SWT. Firman Allah dalam surah 53:3-4, yang bermaksud:

"Tiadalah yang diucapkannya itu, menurut kemahuan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepada."

Kelima:
Firman Allah SWT dalam surah 62:2 yang bermaksud:

"Dialah yang mengutuskan kepada kaum umiyyin seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatnya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah."

Nabi Muhammad SAWA dipertanggungjawabkan mengajarkan umatnya mengenal Kitabullah. Ini bererti beliau memahami perintah dan arahan Allah SWT. Justeru itu, baginda berusaha membersih dan memelihara umat manusia serta mengajarkan mereka tentang hikmah. Ini menunjukkan beliau SAWA adalah seorang yang maksum dan bijaksana. Tentulah tidak layak bagi Nabi SAWA memikul tugas ini, andaikata beliau SAWA mengetahui perkara yang tidak dikehendaki Allah SWT tetapi terus juga melakukannya.

Keenam:
Penyaksian tentang akhlak Rasulullah SAWA yang tinggi dan sempurna. Allah SWT dalam surah 68:4 berfirman yang bermaksud:

"Sesungguhnha engkau (Muhammad) mempunyai akhlak yang tinggi."

Justeru itu, Nabi SAWA bukanlah seorang yang berdosa dan tidak memiliki akhlak yang rendah kerana ayat ini telah menafikan dakwaan tersebut sebaliknya memuji beliau SAWA.

Walau bagaimanapun, terdapat pula beberapa ayat mengenai Nabi SAWA yang disalahertikan oleh sesetengah golongan. Misalnya firman Allah SWT dalam surah 94:1-4 yang bermaksud:

"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu, dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung (dhalla), lalu dia memberikan petunjuk, dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang berkurangan, lalu Dia memberikan kecukupan."

Istilah "dhalla" dalam ayat tersebut membawa maksud tidak mengetahui berdasarkan firman Allah SWT dalam surah 42:52 yang bermaksud:

"Kamu tidak mengetahui apakah itu al-Kitab dan tidak juga mengetahui tentang iman."

Satu lagi pengertian yang hampir dengan maksud dhalla ialah terlupa (al-dhihab min-ilm) berpandukan firman Allah SWT dalam surah 2:282 yang bermaksud:

"..supaya jika seorang lupa (an-tadilla ihdahu), maka seorang lagi mengingatkannya."

Ini kerana pengertian sedemikian tidak mengandungi sebarang dosa atau kesalahan pada Nabi SAWA. Jika "dhalla" bermaksud sesat, ini tidak bererti Nabi SAWA telah tersesat dari kebenaran. Al-Tibrisi dalam Majma al-Bayan menyatakan bahawa menurut Al-Ridha, ayat ini ditafsirkan sebagai "hilang di kalangan umatmu", iaitu penduduk Mekah pada waktu itu tidak mengetahui hakikat kedudukan Nabi SAWA yang sebenarnya. Lantaran itu, Allah memberikan petunjuk dan mengemukakan bukti-bukti berkenaan diri Nabi SAWA kepada mereka.

Tafsiran tersebut menepati Al-Qur'an surah 53:3 yang bermaksud:

"Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula ragu-ragu."

Di dalam surah Abasa:1-2, dikatakan Rasulullah SAWA bermasam muka.

"Dia bermasam muka dan berpaling kerana telah datang seorang buta kepadanya."

Ayat ini menurut persepakatan ulama ahlul sunnah diturunkan kepada Ibn Ummi Makhtum yang datang menemui Nabi SAWA ketika beliau sedang berada bersama-sama dengan pembesar Bani Umaiyyah, meminta Nabi SAWA mengajarkannya tentang keilmuan Allah tanpa mengetahui bahawa Rasulullah SAWA ketika itu sedang sibuk melayani tetamu itu. Oleh kerana itu Nabi SAWA dikatakan bermuka masam dan berpaling darinya.

Walau bagaimanapun al-Murtadha mengatakan ayat ini pada zahirnya tidak menunjukkan ia dihadapkan kepada Nabi SAWA sebaliknya merupakan suatu penyucian kerana bukan Nabi SAWA yang menjadi sasaran, tetapi orang lain. Ini disebabkan sifat bermasam muka bukanlah salah satu sifat baginda, sama ada terhadap lawan mahupun kaum muslimin umumnya [Al-Tibrisi, Majma' al-Bayan, juzuk 10, hlm.437].

Bukti ini dapat diperkuatkan dengan firman Allah SWT dalam surah 68:4, yang memuji akhlak Rasulullah SAWA:

"Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung."

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman dalam surah 3:159, yang bermaksud:

"Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu."

Berdasarkan riwayat Imam Ja'far al-Sadiq AS [Al-Tibrisi, Majma' al-Bayan, Juzuk 10, hlm.437; Al-Tabatabai, Al-Mizan, Juzuk 20, hlm.309-310], ayat tersebut diturunkan kepada Nabi SAWA dan ditujukan kepada seorang pembesar Bani Umaiyyah yang berada di sisi Nabi SAWA pada ketika itu. Apabila dia melihat Ibn Ummi Makhtum, perasaan tidak senang mula timbul melalui sikap bermasam muka dan berpaling itu. Beliau juga menjelaskan di dalam riwayat yang lain dengan mengatakan bahawa Rasulullah SAWA sentiasa bersikap lembut terhadap Ibn Ummi Makhtum hingga menyebabkan Ibn Ummi Makhtum melarang Rasulullah SAWA melakukan perbuatan seumpama itu terhadap dirinya.

Al-Qur'an seringkali juga menggunakan gaya dan bentuk: Allah SWT memberitahu kepada Nabi SAWA tetapi sebenarnya dihadapkan kepada orang lain agar mereka mendengarkannya. Di antara ayat-ayat yang termasuk dalam kategori ini, ialah seperti firman Allah SWT dalam surah 10:94 yang bermaksud:

"Jika kamu (Muhammad) berada di dalam keraguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu."

Perkataan syak atau ragu-ragu menerusi ayat ini dari segi zahirnya ditujukan kepada Nabi SAWA tetapi pada hakikatnya diarahkan kepada umatnya. Ini bermaksud, kalau kamu ragu-ragu bertanyalah. Dalilnya terbukti dalam akhir surah Yunus:104, yang bermaksud:

"Katakanlah: Hai manusia, jika kamu masih dalam keraguan tentang agamamu, maka ketahuilah aku tidak menyembah yang kamu sembah, selain Allah."

Seterusnya di dalam ayat 67 surah al-Anfal dikatakan Nabi SAWA mempunyai kecenderungana terhadap harta dunia:

"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi, kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan Allah menghendaki akhirat."

Menurut kebanyakan ulama tafsir, ayat ini diturunkan semasa Perang Badar. Ayat ini mengandungi celaan Allah terhadap para sahabat Nabi SAWA dari kalangan mukmin yang mengisyaratkan pengambilan wang tebusan atau ghanimah [Al-Qurtubi, Jami al-Ahkam, Juzuk 4, hlm. 2884 juga lihat Al-Tibrisi, Majma al-Bayan, Juzuk 4, hlm. 557]. Pada ketika itu Umar al-Khattab mahukan tawanan perang dipenggal tetapi Abu Bakar meminta tawanan perang dilepaskan dengan syarat mereka membayar wang tebusan [Al-Suyuti, Asbabul Nuzul, tafsir surah al-Anfal, ayat 67-68]. Nabi SAWA kemudian membuat keputusan bahawa tawanan perang yang tidak mampu membayar wang tebusan dibebaskan. Ada di kalangan sahabat-sahabat Nabi SAWA yang melanggar perintah Nabi SAWA dengan mengutip wang tebusan daripada setiap tawanan perang tersebut [Aqa Mahdi Puya, Tafsir surah al-Anfal ayat, 67-68]. Justeru, turunnya ayat tersebut kepada Nabi SAWA adalah untuk menegur kehendak sahabat-sahabat Nabi SAWA yang cenderung kepada harta duniawi.

Demikian juga dengan firman Allah dalam surah 17:74, yang bermaksud:

"Kalau Kami tidak memperkuatkan hatimu, nescaya kamu sedikit demi sedikit cenderung kepada mereka."

Pada hakikatnya kalimah tersebut dengan jelas membuktikan ismah yang menghalang kebinasaan. Justeru itu, Allah SWT berfirman demikian bertujuan menjelaskan tentang pemeliharaan Allah ke atas Nabi SAWA. Oleh kerana itu Nabi SAWA telah dibendung dari kecenderungan tersebut [Al-Razi, Tafsir al-Kabir, Juzuk 21, hlm. 21].

Demikian juga terdapat sebahagian ayat-ayat al-Qur'an menganjurkan Nabi SAWA supaya memohon keampunan kepada Allah SWT, seperti dalam firmanNya dalam surah 40:55, yang bermaksud:

"Maka bersabarlah kamu, kerana sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohon ampunan untuk dosamu."

Menurut Imam Ja'far al-Sadiq AS, dosa-dosa yang disandarkan kepada diri Nabi SAWA berdasarkan perhubungan di antara Nabi SAWA dengan umatnya, kerana kedudukan beliau itu termasuk sebahagian dari umatnya sendiri. Walaupun Nabi SAWA tidak berdosa, tetapi ia dipertanggungjawabkan di atas diri baginda SAWA semata-mata untuk memungkinkan Allah SWT mengampuni mereka bagi pihak Nabi SAWA.

Menurut Al-Tibrisi, ayat ini menggesa Nabi SAWA berdoa dan beristighfar dalam usaha untuk meningkatkan lagi kedudukannya, di samping menjadi suatu sunnah bagi generasi berikutnya [Al-Tibrisi, Majma al-Bayan, Juzuk 8, hlm.568]

Kesimpulan, jelas bahawa ismah Rasulullah SAWA tetap terpelihara dan tidak memungkinkan Nabi SAWA melakukan perkara-perkara yang menimbulkan dosa-dosa.

Sunday, June 29, 2008

Saturday, June 28, 2008

DAN BERZIKIRLAH KAMU SEBANYAK-BANYAKNYA

Jalaluddin Rumi pernah bercerita tentang seorang penduduk Konya yang punya kebiasaan aneh; ia suka menanam duri di tepi jalan. Ia menanami duri itu setiap hari sehingga tanaman berduri itu tumbuh besar. Mula-mula orang tidak merasa terganggu dengan duri itu. Mereka mulai protes ketika duri itu mulai bercabang dan menyempitkan jalan orang yang melewatinya. Hampir setiap orang pernah tertusuk durinya. Yang menarik, bukan orang lain saja yang terkena tusukan itu, si penanamnya pun berulang kali tertusuk duri dari tanaman yang ia pelihara.

Petugas kota Konya lalu datang dan meminta agar orang itu menyingkirkan tanaman berduri itu dari jalan. Orang itu enggan untuk menebangnya. Tapi akhirnya setelah perdebatan yang panjang, orang itu berjanji untuk menyingkir-kannya keesokan harinya. Ternyata di hari berikutnya, ia menangguhkan pekerjaannya itu. Demikian pula hari berikutnya. Hal itu terus menerus terjadi, sehingga akhirnya, orang itu sudah amat tua dan tanaman berduri itu kini telah menjadi pohon yang amat kokoh. Orang itu tak sanggup lagi untuk mencabut pohon berduri yang ia tanam.

Di akhir cerita, Rumi berkata: “Kalian, hai hamba-hamba yang malang, adalah penanam-penanam duri. Tanaman berduri itu adalah kebiasaan-kebiasaan buruk kalian, perilaku yang tercela yang selalu kalian pelihara dan sirami. Karena perilaku buruk itu, sudah banyak orang yang menjadi korban dan korban yang paling menderita adalah kalian sendiri. Karena itu, jangan tangguhkan untuk memotong duri-duri itu. Ambil-lah sekarang kapak dan tebang duri-duri itu supaya orang bisa melanjutkan perjalanannya tanpa terganggu oleh kamu.”

Perjalanan tasawuf dimulai oleh pem-bersihan diri dengan pemangkasan duri-duri yang kita tanam melalui perilaku kita yang tercela. Jika tidak segera dibersihkan, duri itu satu saat akan menjadi terlalu besar untuk kita pangkas dengan memakai senjata apa pun. Praktek pembersihan diri itu dalam tasawuf disebut sebagai praktek takhliyyah, yang artinya mengosongkan, mem-bersihkan, atau mensucikan diri. Seperti halnya jika kita ingin mengisi sebuah botol dengan air mineral yang bermanfaat, pertama-tama kita harus mengosongkan isi botol itu terlebih dahulu. Sia-sia saja bila kita memasukkan air bersih ke dalam botol, bila botol itu sendiri masih kotor. Proses pembersihan diri itu disebut takhliyyah. Kita melakukan hal itu melalui tiga cara; lapar (upaya untuk membersihkan diri dari ketundukan kepada hawa nafsu), diam (upaya untuk mem-bersihkan hati dari penyakit-penyakit yang tumbuh karena kejahatan lidah), dan shaum.

Setelah menempuh praktek pembersihan diri itu, para penempuh jalan tasawuf kemudian mengamalkan praktek tahliyyah. Yang termasuk pada golongan ini adalah praktek zikir dan khidmah atau pengabdian kepada sesama.

Suatu saat, Imam Ghazali ditanya oleh seseorang, “Katanya setan dapat tersingkir oleh zikir kita, tapi mengapa saya selalu berzikir namun setan tak pernah terusir?” Imam Ghazali men-jawab, “Setan itu seperti anjing. Kalau kita hardik, anjing itu akan lari menyingkir. Tapi bila di sekitar diri kita masih terdapat makanan anjing, anjing itu tetap akan datang kembali. Bahkan mungkin anjing itu bersiap-siap mengincar diri kita, dan ketika kita lengah, ia menghampiri kita. Begitu pula halnya dengan zikir, zikir tidak akan ber-manfaat bila di dalam hati kita masih kita sediakan makanan-makanan setan. Ketika sedang memburu makanan, setan tidak akan takut untuk digebrak dengan zikir mana pun. Pada kenyataan-nya, bukan setan yang menggoda kita tetapi kitalah yang menggoda setan dengan berbagai penyakit hati yang kita derita.” Zikir harus kita mulai setelah kita membersihkan diri kita dari berbagai penyakit hati dan menutup pintu-pintu masuk setan ke dalam diri kita.

Dalam Islam, seluruh amal ada batas-batasnya. Misalnya amalan puasa, kita hanya diwajibkan untuk menjalankannya pada bulan Ramadhan saja. Demikian pula amalan haji, kita dibatasi waktu untuk melakukannya. Menurut Imam Ghazali, hanya ada satu amalan yang tidak dibatasi; yaitu zikir. Al-Quran mengatakan: Berzikirlah kamu kepada Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS. Al-Ahzab: 41) Dalam amalan-amalan lain selain zikir yang diutamakan adalah kualitasnya, bukan kuantitasnya. Yang penting adalah baik tidaknya amal bukan banyak tidaknya amal itu. Kata sifat untuk amal adalah ‘amalan shâlihâ bukan ‘amalan katsîrâ. Tapi khusus untuk zikir, Al-Quran memakai kata sifat dzikran katsîrâ bukan dzikran shâlihâ. Betapa pun jelek kualitas zikir kita, kita dianjurkan untuk berzikir sebanyak-banyaknya. Karena zikir harus kita lakukan sebanyak-banyaknya, maka tidak ada batasan waktu untuk berzikir.

Allah swt memuji orang yang selalu berzikir dalam setiap keadaan. Al-Quran menyebutkan: Orang-orang yang berzikir kepada Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring. (QS. Ali Imran: 191) Dalam ayat lain, Allah berfirman: Setelah selesai menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah, dan berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya. Supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah: 10) Bahkan ketika kita mencari anugerah Allah, bekerja mencari nafkah, kita tak boleh meninggalkan zikir.

Al-Quran menyebutkan orang yang tidak berzikir sebagai orang yang munafik. Dalam surat Al-Nisa ayat 142, Tuhan berfirman: Dan tidaklah mereka (orang munafik) berzikir kepada Allah kecuali sedikit saja. Jadi, salah satu ciri orang munafik adalah zikirnya sedikit.

Tidak apa-apa bila kita berzikir dengan pengucapan yang salah. Karena yang dinilai bukan baik tidaknya zikir kita, tetapi banyak atau tidaknya zikir itu. Emha Ainun Nadjib pernah bercerita kepada saya: Satu saat, sebuah rombongan kyai beserta para santri dan pembantunya pergi naik haji dengan menggunakan kapal laut. Seluruh isi pesantren itu ikut berangkat haji, termasuk seorang perempuan tukang masak. Suatu hari, kyai berjalan di sekitar kapal itu untuk melihat-lihat. Ia menjumpai tukang masaknya sedang mengulek sambal sambil berzikir. Kyai itu berkata bahwa zikir itu diucapkan oleh perempuan tukang masak secara salah. Pengucapannya keliru. Mbok tukang masak itu menjawab, “Wah, aku lupa, catatan zikir itu tertinggal di rumah.” Tiba-tiba, perempuan itu meninggalkan kapal laut yang tengah berlayar dan meloncat ke atas air. Tukang masak itu bisa berjalan di atas air. Sang kyai pun pingsan.

Kyai dalam cerita itu hanya memperhati-kan ucapan zikir secara lahiriahnya saja sementara tukang masak itu berzikir dengan penuh keikhlas-an. Sehingga zikir itu berdampak pada dirinya, meskipun ia mengucapkannya dengan salah.

Kita tidak usah ragu untuk mengamalkan zikir, meskipun makhraj kita banyak yang keliru. Untungnya, zikir yang paling utama, yaitu kalimat agung Allah adalah zikir yang paling mudah untuk dilafalkan oleh siapa saja. Bahkan oleh orang Jepang sekali pun yang kesulitan dalam meng-ucapkan huruf lam. Sehingga kecil kemungkinan untuk mengucapkannya secara salah.

Allah swt berulang kali memerintahkan kepada Nabi, makhluk yang paling dikasihinya, untuk memelihara zikirnya. Dalam surat Al-Muzammil ayat 7-8, Tuhan berfirman: Sesungguh-nya kamu pada siang itu bertasbih yang panjang dan berzikirlah kamu kepada Tuhanmu dan berserahdirilah kepada Dia dengan penyerahan diri yang sepenuhnya. Allah juga berfirman khusus kepada Rasulullah saw: Berzikirlah kamu menyebut asma Tuhanmu pada waktu pagi dan sore. Dan di waktu malam hendaklah kamu bersujud kepada-Nya dan bertasbihlah pada malam yang panjang. (QS. Al-Insan: 25-26) Nilai panjangnya suatu malam tidak diukur oleh jam tapi oleh lamanya kita berzikir.

Dalam ayat lain, Tuhan berfirman: …Dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya. Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang. (QS. Qaf: 39-40) Kemudian dalam surat Al-Thur ayat 48-49, Tuhan berfirman: “…Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar). Surat Al-Muzammil ayat 6 berbunyi: Sesungguhnya bangun di waktu malam itu mempunyai dampak yang sangat kuat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Yang dimaksud dengan bacaan di waktu malam adalah zikir.

Perintah zikir kepada Rasulullah saw adalah juga sekaligus perintah zikir kepada umat Rasulullah saw yang harus mencontoh Nabinya yang mulia. Kita temukan dalam ayat-ayat Al-Quran itu perintah untuk berzikir pada waktu pagi dan sore. Zikir diperintahkan untuk dilakukan sebanyak-banyaknya tetapi lebih diutamakan pada waktu pagi dan sore.

Perintah zikir juga terdapat dalam beberapa hadis Nabi. Rasulullah saw bersabda: Allah swt berfirman, “Aku akan menyertai hamba-Ku ketika dia berzikir kepada-Ku dan ketika bibirnya menyebut nama-Ku.” Pada hadis lain, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin selalu berjalan-jalan di taman surga, hendaklah dia memperbanyak zikir kepada Allah azza wa jalla.” Dalam kesempatan lain, Rasulullah saw ditanya, “Amal apa yang paling utama?” Rasulullah saw menjawab, “Amal paling utama adalah engkau mati dan bibirmu masih basah menyebut Allah Ta’ala.” Hadis yang lain menyebutkan Rasulullah saw bersabda, “Masukilah waktu pagi dan sore dengan lidahmu yang basah dengan zikir kepada Allah.”

Berikutnya Rasulullah saw bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku berzikir kepada-Ku sendirian, Aku pun akan menyebut namanya sendirian. Apabila hamba-Ku menyebut nama-Ku dalam suatu kumpulan, Aku pun akan menyebut namanya dalam kumpulan yang lebih utama dari kumpulan dia. Dan apabila dia mendekatkan diri kepada-Ku satu hasta, Aku akan mendekatkan diri kepadanya satu siku. Apabila dia mendekatkan diri kepada-Ku sambil berjalan, Aku akan mendekatkan diri kepadanya sambil berlari.” Hadis ini menyatakan tentang bolehnya zikir berjamaah dan tentang keutamaan majelis-majelis zikir.

Hadis ini sekaligus menyanggah pendapat Ibnu Taimiyyah yang menjelaskan bahwa zikir berjamaah itu bid’ah. Ibnu Taimiyyyah, yang terkenal karena kebenciannya kepada tasawuf dan tuduhannya bahwa para sufi itu kafir, berkata: “Sesungguhnya majelis zikir itu bid’ah. Karena tidak ada di zaman Rasulullah saw dan para sahabatnya. Yang ada di zaman Rasulullah saw itu adalah majelis untuk mengajarkan Al-Quran dan fikih. Adapun majelis zikir adalah bid’ah yang dibuat oleh orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada pengikut tasawuf abad ke-2 Hijriah. Setelah itu, pada majelis zikir itu masuk tarian, nyanyian, dan memukul-mukul genderang yang mengacaukan zikir.”

Pada beberapa kelompok tarekat, zikir dibaca sambil menabuh genderang atau alat musik lain. Sampai sekarang, tarekat Maulawi yang bersumber kepada Jalaluddin Rumi, membaca zikir sambil menari. Mengenai Jalaluddin Rumi dan zikir terdapat satu riwayat yang menarik: Pada suatu saat, Rumi mengasingkan diri atau khalwat untuk menulis bukunya yang terkenal Matsnawi-e Ma’nawi. Setelah khalwat, ia keluar dan menjumpai sekumpulan orang yang berdiskusi secara filosofis tentang sumber kehidupan manusia. Mereka berkesimpulan bahwa darahlah yang menjadi sumber kehidupan manusia. Rumi lalu meminta pisau dan mengerat pembuluh nadinya sendiri. Darah keluar dari tubuh Rumi sampai ia pucat pasi. Setelah itu, Rumi menari-nari dengan menyebut asma Allah selama berjam-jam dan ia tidak mati. Kemudian Rumi berkata, “Yang menghidupkan kita sebenarnya bukan darah atau makanan, tetapi dzikrullah.” Rumi yang mengajarkan zikir sambil menari banyak dikritik para ulama. Sebetulnya, sebelum menjadi sufi, Rumi adalah seorang ahli fikih. Ketika ulama datang menggugat tarian zikirnya, Rumi berkata pada ulama itu, “Bukankah kamu seorang ahli fikih? Kamu pasti tahu kaidah fikih yang berbunyi: Dalam keadaan darurat, yang terlarang pun diperbolehkan. (Misalnya ketika kita kelaparan, daging babi pun menjadi halal untuk kita makan, -red.) Ulama ahli fikih itu pun menjawab, “Ya, memang begitu.” Lalu Rumi berkata, “Saya ingin tarian-tarian itu bisa menyelamatkan ruh yang sudah mati. Bila untuk tubuh yang mati saja, barang yang haram diperbolehkan, apalagi untuk ruh manusia yang lebih berharga dari tubuhnya. Itu pun jika menari dianggap haram.” Sekiranya haram sekali pun, tapi bila menari dapat menye-lamatkan ruh kita, maka menari menjadi halal.

Tidak seluruh ajaran agama harus ada contohnya dari Rasulullah saw. Bisa saja Nabi hanya mengatakan itu tapi ia tidak melakukannya. Misalnya, Nabi saw memerintahkan umatnya untuk berziarah ke makamnya. Nabi bersabda, “Barangsiapa yang berziarah kepadaku setelah aku meninggal dunia sama dengan berkunjung kepadaku ketika aku masih hidup.” Nabi tidak mencontohkan untuk berziarah ke makamnya sendiri. Yang dimaksud dengan sunnah Nabi bukan hanya yang beliau contohkan saja. Yang dicontohkan oleh Nabi disebut sunnah fi’liyyah. Ada juga yang disebut dengan sunnah qawliyyah, yaitu sunnah yang diucapkan oleh Nabi dan sunnah taqririyyah, sunnah dari diamnya Nabi.

Berikut ini adalah hadis tentang keutama-an majelis zikir. Rasulullah saw bersabda, “Bila suatu kaum duduk dalam satu majelis dan bersama-sama berzikir kepada Allah swt, para malaikat akan mengiringi mereka dan mencurah-kan kepada mereka rahmat Allah swt.” Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim dengan sanad yang sahih dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Jika satu kaum berkumpul berzikir kepada Allah dan mereka hanya mengharapkan keridaan Allah, para malaikat akan berseru dari langit: Berdirilah kalian dengan ampunan Allah kepada kalian dan seluruh keburukan kalian telah Allah ganti dengan kebaikan.” Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dengan sanad yang hasan, Rasulullah saw bersabda, “Jika satu kaum duduk dalam suatu majelis tetapi selama mereka kumpul itu mereka tidak menyebut asma Allah swt atau shalawat kepada Rasulullah saw, maka majelis itu akan menjadi penyesalan yang dalam di hari kiamat nanti.”

Zikir bisa diklasifikasikan berdasarkan apa yang kita baca. Menurut Abu Atha’ Al-Sukandari, zikir dapat dikelompokkan menjadi zikir yang berisi pujian kepada Allah swt, misalnya subhânallâh (Mahasuci Allah), alhamdulillâh (segala puji bagi Allah), dan lâilâha illallâh huwa allâhu akbar (tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Agung), tapi ada juga zikir yang berisi doa kepada Allah. Misalnya rabbanâ âtinâ fid dunyâ hasanah wa fil âkhirati hasanah. Zikir pun bisa berisi percakapan kita dengan Allah swt. Dalam zikir itu hanya terdapat ungkapan perasaan kita kepada Allah. Zikir seperti itu disebut Munajat. Orang yang sudah mencapai maqam tertentu, selalu berzikir dengan Munajat. []

Petikan kuliah KH. Jalaluddin Rakhmat pada Paket Kuliah Tasawuf: Meraih Cinta Ilahi, 15 Desember 1999 di Gedung SMU (Plus) Muthahhari. Transkripsi oleh Ilman Fauzi R.

Thursday, June 26, 2008

Tunjukkan lah kami kejalan yang lurus.............

Kemarin,aku mendapatkan sebuah hadiah dari Alloh,satu lagi pencerahan dalam hidup yang membuat aku semakin penuh rasa syukur,sebenarnya tiap hari Alloh selalu bermurah hati dengan selalu memberi dan memberi,tapi sungguh aku benar-benar merasa mendapat cahaya dalam hati yang tidak bisa aku lukiskan dengan kata,ya hadiah yang tidak berujud materi tapi kesejukan nya begitu bernilai tinggi....Alhamdulillahi Robbil Alamiin,Puja dan puji hanya Untuk Mu wahai Maha raja Alam semesta.....

Pagi ini aku diingat kan seorang kawan dengan meninggal kan offline message di YM ku, bunyinya,jangan lupa berdo'alah Ihdinasshirotol mustaqiiim..resapi makna nya,ingat manusia sesunggunya telah tersesat...

Sejenak aku tersadar,benarkah umat manusia itu tersesat? bukankah sudah ada Al Qur'an? sebagai jalan penuntun? Benar memang ada Al Quran tapi yang paling bisa menjelaskan isi Al Quran sesuai apa yang dimaksud Alloh sudah tidak ada,tidak ada lagi Rasulullah sebagai penyampai wahyu dan risalah langit,tidak ada lagi tempat bertanya manusia tentang isi Al Quran dengan penjelasan dengan qot'i dan tidak meragukan.
Sungguh kebenaran manusia adalah sebuah relativitas,kebenaran manusia adalah kebenaran relatif dan parsial karena manusia hanya lah mahluk parsial/mahluk relativ.
Dalam kaidah berpikir tentang asal sumber kebenaran :
1.ada yang namanya kaidah umum,oposisibiner
contoh ;ada siang,ada malam,ada baik ada buruk,ada laki2 ada perempuan, ada kebenaran relatif, ada juga kebenaran mutlak/hakiki
dalam Islam, kebenaran mutlak dimiliki oleh Allah, berdasarkan apa?
2.berdasarkan kaidah umum non-kontradiksi dan sebab akibat
sesuatu yang mutlak, tentunya akan 100% pernah diketahui dan dimiliki oleh sesuatu yang mutlak juga dalam hal ini Allah/Tuhan/God sedangkan kita: makhluk relative/makhluk parsial kita ini selalu parsial dalam memandang sesuatu
coba aja kita ambil contoh melakukan wawancara kepada 10 orang,menanyakan definisi dari roti tentunya masing2 orang itu akan menjawab sesuai dengan apa yang dia ketahui
tergantung sudut pandangnya masing-masing itu masih seputar roti,belum lagi seputar Islam yang pasti lebih rumit
Jadi dari dasar logika berpikir seperti itu lah “ kebenaran hakiki itu hak Alloh sepenuhnya’.Tempatnya di mana? Di dunia apa di akhirat? Sebenarnya pertanyaan itu lebih tepatnya “kapan” kita akan tahu yang mana “kebenaran hakiki?” jawabnya nanti bila Alloh Yang Mutlak itu berkenan membuka tabir kebenarannya..dimana ? ya terserah Alloh,bisa di buka pas di dunia ini,bisa di buka pas di akhirat nanti setelah hari akhir,wallohu ‘alam aku juga gak tahu…
Maka alangkah indahnya bila kita kembali mau mengkaji makna surat Al fatihah ayat 6-7, dalam surat Al-Fatihah yang kita baca tiap kali shalat, kita berdoa untuk ditunjukkan kepada jalan yang lurus (kebenaran mutlak) bukan jalan yang sesat, artinya, kita merasa diri kita belum pada kebenaran hakiki, lebih ditegaskan lagi dalam surat An-Nahl ayat 125, Hanya Tuhanmulah yang mengetahui siapa2 yang tersesat dari Jalan-Nya, dan siapa-siapa yang mendapat petunjuk-NYa,

Alloh saja lah pemegang kebenaran mutlak,biarlah dia saja sebagai Al Hakim sejati...
Manusia berikhtiar untuk mengikuti aturannya sesuai apa yang bisa dia yakini untuk bisa lebih mendekat pada NYa

Saturday, June 21, 2008

Hadis Kehidupan yang Mengalirkan Kedamaian ke dalam hati

Dalam kehidupan tak jarang di antara kita dihadapkan pada kegelisahan dan goncangan, akibat keinginan dan cita-cita tak tercapai. Setiap hari hingga sore hari bahkan sampai larut malam, kita keluar dari rumah mencari rizki untuk kebahagiaan diri, anak dan keluarga. Tapi tidak sedikit di antara kita yang belum mendapatkan apa yang
diinginkan. Bahkan sulit didapatkan. Setiap menjelang tidur merenungi keinginan yang tak kunjung datang. Kegelisan semakin bertambah saat anak dan isteri menuntut apa yang tak sanggup didapatkan. Bermacam-macam usaha telah diupayakan, bahkan bermacam-macam amalan dan doa sudah dilakukan walaupun belum didawamkan, namun keinginan dan cita belum juga diraihnya.

Agar kita tidak terlalu disedihkan dan digelisahkan oleh realita kehidupan yang sedang dihadapi, mari kita simak dengan khusuk pesan-pesan Rasulullah saw. Berikut ini pesan-pesannya:

Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai cita-citanya, Allah akan mencerai-beraikan urusannya, memperjelas kesempitannya, menjadikan kefakiran di depan matanya, dan tidak memberikan dunia kepadanya kecuali apa yang tercatat baginya. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai cita-citanya, Allah akan mengumpulkan cita-citanya,
menjaganya dari kesempitan, menjadikan kekayaan bersemayam dalam hatinya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan rendah dan hina."

Rasulullah saw bersabda:
"Jika kalian melihat seorang hamba yang diam dan zuhud di dunia, maka hendaklah kalian mendekatinya, karena ia akan menyampaikan hikmah."

Rasulullah saw bersabda:
"Zuhudlah kamu di dunia, niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah kamu terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya kamu akan dicintai manusia."

Rasulullah saw bersabda:
"Barngsiapa yang ingin dikaruniai oleh Allah ilmu tanpa belajar dan dibimbing tanpa pembimbing, maka hendaknya ia zuhud di dunia."

Rasulullah saw juga bersabda:
"Akan ada sesudahku suatu kaum yang tidak didirikan kerajaan untuk mereka, kecuali dengan peperangan dan kesombongan; Tidak ada kekayaan kecuali dengan kesombongan dan kebakhilan. Dan tidak ada kecintaan kecuali mengikuti hawa nafsunya. Ingatlah, barangsiapa di antara kamu menjumpai zaman itu, maka hendaknya bersabar atas kefakiran walaupun mampu untuk menjadi kaya, bersabar atas kebencian walaupun bisa untuk dicintai, dan bersabar atas penghinaan walaupun bisa untuk dimuliakan.
Jangan inginkan semua itu kecuali karena Allah, niscaya Allah memberikan kepadanya seperti pahala lima puluh orang yang benar."

Setelah ditanyai tentang makna "lapang dada terhadap Islam", Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya jika cahaya telah masuk ke dalam hati, maka hati akan menjadi lapang dan luas." Kemudian beliau ditanyai: "Ya Rasulullah, apakah ada tanda-tandanya?" Beliau menjawab: "Ya! Meninggalkan kampung yang fana', kembali pada kampung yang abadi, dan bersiap-siap sebelum kematian menjemputnya."

Rasulullah saw bersabda:
"Hendaklah kalian malu kepada Allah dengan malu yang sebenarnya."Sahabat berkata: "Kami malu kepada Allah." Beliau bersabda: "Bukankah demikian, kalian membangun rumah yang tidak kalian tempati dan mengumpulkan harta yang tidak kalian makan."

Ada suatu kisah: Pada suatu hari sekelompok utusan mendatangi Rasulullah saw. Mereka berkata: Kami adalah orang-orang yang beriman. Rasulullah saw bertanya: "Apa tanda keimanan kalian?" Mereka menjawab:
"Kami bersabar ketika ditimpa bala', bersyukur ketika senang, ridha terhadap ketentuan takdir, dan tidak gentar ketika musuh datang." Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Jika kalian demikian, maka janganlah kalian mengumpulkan harta yang tidak kamu makan, janganlah kalian membangun rumah yang tidak kalian tempati, dan janganlah kalian berlomba-lomba terhadap apa yang akan kalian tinggalkan." Di sini jelas bahwa zuhud menjadi bagian dari kesempurnaan iman.

Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa yang zuhud di dunia, Allah akan memasukkan hikmah ke dalam hatinya, lalu ia mengucapkan dengan lisannya, memperkenalkan kepadanya penyakit dunia dan obatnya, dan mengeluarkannya dari dunia dengan selamat menuju ke kampung keselamatan."

Ada suatu kisah: Pada suatu hari salah seorang isteri Rasulullah saw menangis karena menyaksikan Rasululah saw dalam keadaan lapar. Ia berkata kepada beliau: Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak memohon kepada Allah agar Dia memberimu makanan? Rasulullah saw bersabda:
"Demi Zat Yang menguasai diriku! Sekiranya aku memohon kepada Tuhanku agar gunung-gunung di dunia ini menjadi emas bagiku, niscaya Dia menjadikannya sebagaimana yang aku inginkan dari bumi ini. Tetapi aku memilih lapar di dunia ketimbang kenyang, fakir ketimbang kaya, sedih ketimbang senang. Sungguh dunia ini tidak layak bagi Muhammad dan Keluarga Muhammad. Sesungguhnya Allah tidak meridhai para Rasul Ulul
`azmi, kecuali bersabar atas ketidaksukaannya pada dunia, bersabar untuk tidak mencintainya. Dan Dia juga tidak akan meridhaiku kecuali Dia memberi beban padaku sebagaimana beban yang diberikan kepada mereka.
Kemudian Rasulullah saw menyampaikan firman Allah swt:
"Bersabarlah kamu seperti kesabaran rasul-rasul ulul-`azmi."
(Al-Ahqaf: 35)
"Demi Allah, aku harus meneintai-Mu! Demi Allah, sungguh aku harus bersabar dengan kesungguhanku sebagaimana Ulul `azmi bersabar, da tidak ada daya kecuali dengan kekuatan Allah."

Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa yang merindukan surga, hendaknya ia bergegas pada kebajikan. Barangsiapa yang takut pada neraka, hendaknya ia tidak mencintai tuntutan-tuntutan syahwatnya. Barangsiapa yang menunggu
kematian, hendaknya meninggalkan kelezatan. Dan barangsiapa yang zuhud di dunia, masibah-musibah duniawi akan menjadi ringan baginya."

Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya Tuhanku Yang Maha Agung dan Maha Mulia telah menawarkan padaku untuk menjadikan bebatuan di sungai-sungai di Mekkah menjadi emas bagiku, lalu aku berkata: "Tidak, ya Rabbi! Tetapi jadikan aku orang yang lapar sehari dan kenyang sehari. Hari laparku akan kujadikan untuk merendahkan diri di hadapan-Mu dan berdoa kepadamu,
dan hari kenyangku akan kujadikan untuk memuji-Mu dan bersyukur kepadaMu."

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
"Manusia ada tiga macam: Manusia yang zuhud, manusia yang sabar, dan manusia yang cinta dunia. Orang yang zuhud adalah orang yang keluar
dari hatinya bermacam-macam kesedihan dan kesenangan, sehingga ia tidak berbahagia karena mendapatkan dunia, dan tidak berduka karena kehilangan dunia, dialah orang yang hatinya damai. Orang yang sabar adalah orang yang hatinya mengharapkan dunia, tapi ketika mendapatkannya ia menjaga jiwanya dari keburukan dunia dan kehinaannya; dan sekiranya dunia itu masuk ke dalam hatinya, ia akan takjub karena kesuciannya, ketawadhuan dan kekokohannya. Adapun orang yang cinta dunia, ia tidak perduli dari mana datangnya dunia itu, itu halal atau haram, mengandung noda, merusak jiwa dan menghilangkan kewibawaannya; sehingga karena gejolak nafsunya banyak orang yang
tersesatkan dan tergoncangkan."

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
"Barangsiapa yang memadukan enam sikap, ia tidak akan mengharapkan surga dan tidak takut pada neraka: Mengenal Allah lalu mentaati-Nya, mengenal setan lalu menghindarinya, mengenal dunia lalu meninggalkannya, mengenal akhirat lalu mencarinya, mengenal kebathilan lalu menjauhinya, dan mengenal kebenaran lalu mengikutinya."

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata dalam hadis qudsi:
Demi KemuliaanKu, KeagunganKu, KebesaranKu dan KeindahanKu! Tak akan berpengaruh pada seorang hamba yang beriman tuntutan nafsu pada keinginannya untuk mencintai urusan dunia kecuali Aku jadikan kekayaannya dalam jiwanya, cita-citanya pada akhiratnya. Aku jaminkan seluruh langit dan bumi untuk rizkinya, dan Aku berada di belakang
perdagangan setiap orang yang berdagang."

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) juga berkata:
"Manusia yang paling besar kemampuannya adalah orang yang tidak memperoleh dunia yang telah ada di tangan orang lain. Barangsiapa yang mulia jiwanya, kecillah dunia di depan kedua matanya, dan barangsiapa yang hina jiwanya, besarlah dunia di depan kedua matanya."

Sunday, June 15, 2008

Kenikmatan Dunia tidak terlarang selama diiringi Niat dan Amal baik

Pada suatu hari,imam Ali KarmaAllohu waj'ha.menjenguk sahabatnya 'Ala' bin Ziyad Al haritsi.Ketika memasuki rumahnya yang amat luas itu,ia terheran-heran dan berkata kepadanya:
"Apa sebenarnya yang hendak anda lakukan dengan rumah seluas ini di dunia? Bukankah anda lebih memerlukan seperti ini di akhirat nanti?!
"Namun,jika ingin,anda dapat mencapai kebahagiaan akhirat dengannmya,yaitu bila didalamnya anda menjamu dan menghormati para tamu,berbuat kebaikan terhadap sanak kerabat,serta menampakkan kebenaran yang harus ditampakkan.Dengan begitu anda telah menjadikannya sarana baik guna mencapai akhirat!"
Kemudian,'Ala'- si pemilik rumah- berkata kepadanya : "Wahai Amirul Mukminin,aku ingin mengadukan saudaraku 'Ashim bin Ziyad,kepadamu."
"Apa gerangan yang dilakukannya?"
"Ia kini mengenakan 'aba'ah (semacam mantel yang dibagian depannya terbuka.Pada waktu itu,terbuat dari bahan amat kasar dan hanya dikenakan oleh orang-orang miskin penghuni dusun-dusun) dan meninggalkan sama sekali kenikmatan hidup di dunia."
"panggilah ia kemari!"
Setelah 'Ashim datang,Imam Ali berkata kepadanya:
"Hai "musuh kecil" dirinya sendiri! Sesungguhnya kau telah disesatkan oleh "si jahat" (*setan) Tidakkah kau mengasihani istri dan anak-anakmu? Apakah,menurut perkiraanmu,Alloh SWT telah menghalalkannya...?Sungguh,dirimu terlalu kecil untuk dituntut melakukan seperti itu oleh Nya!"
"tapi,wahai Amirul Mukminin," ujar "ashim,'anda sendiri memberi contoh dengan mengenakan pakaian amat kasar dan memakan makanan kering!"
"Ketahuilah," jawab Imam Ali,"diriku bukan seperti dirimu,sebab Alloh telah mewajibkan atas para pemimpin yang benar agar mengumkur dirinya dengan keadaan rakyat yang lemah,sehingga orang miskin tidak sampai tersengat oleh kepedihan kemiskinannya!" (* makna ucapan ini adalah agar seorang pemimpin menjadikan dirinya teladan bagi si kaya dalam kesederhanaan hidup pemimpinnya akan merasa terhibur dan tidak tersengat kepedihan kemiskinannya yang dapat menyebabkan kebinasaannya0.

Wednesday, June 11, 2008

Nak,Belajarlah untuk ikhlas !

Hari-hari belakangan,layar TV penuh dengan tayangan perdebatan tentang siapa yang benar dan siapa yang sesat !!
Lelah hati dan pikiran melihat dan mendengar semua itu,tapi disisi lain,mungkin harus seperti itulah proses pendewassan diri yang harus kita jalani sebagai sebuah komunitas bangsa yang beragama,yaa ambil sisi baiknya saja!
Anak-anakku ku pun bertanya tentang apa yang mereka lihat,"Bu di TV itu kok ribut-ribut terus kenapa sih? mereka kan islam semua ya?"
Wah bingung juga menjelaskannya,aku tidak mungkin bicara panjang lebar tentang apa yang mereka perdebatkan saat ini,pada anak usia 5 dan 6 tahun.Mengalihkan perhatian dengan buku-buku bacaan tentang akhlaq Nabi dan kisah-kisah Islami,lebih membawa manfaat dari pada menjawab apa yang mereka tanyakan.
Aku seorang ibu muslimah yang sekarang sedang merenungi tentang sebuah keihlasan dan rahmat berIslam.Aku dengan segala sepak terjangku saat menjadi mahasiswa dulu,yang bangga bila memenangkan perdebatan dengan muslimah/muslimin lain,yang tersenyum bila berhasil menyusun dan memenangkan strategy hingga program ku lolos dan program lawan hancur berantakan.
Yang gembira bila berhasil menguasai " mading kampus " dengan tulisan-tulisan ku sendiri,dan menggeser tulisan-tulisan "kelompok lain".
Ah,aku sekarang menjadi seorang ibu,yang bertutur kepada anakku tentang 'menghargai orang lain,tidak boleh memaksakan kehendak,tentang santun dalam berkata dan berbuat'
duh...apa yg aku lakukan dulu? bukankan pendidikan terbaik adalah contoh dan teladan.
Maafkan ibu nak,ibu juga dulu belajar,ibu juga berproses untuk meniti kebenaran.Ternyata kebenaran Islam laksana samudra,sementara ilmu yang ibu punya hanya setetes air di antara nya.Maaf kan ibu yang pongah karena kejahilan,ibu berjanji tidak akan merasa 'paling benar lagi'.Sampai detik ini pun tiada henti ibu berikhitiar untuk memahami hakikat kebeneran dan hakikat Islam,ibu yakin seandainya sampai ajal menjemput hakikat itu tak sampai ibu rengkuh,Sang Pengasih akan mengukur dari ikhtiar bukan dari hasilnya.
Tapi,yakinlah wujud kebeneran itu menyejukkan,wujud kebenaran itu selalu ramah dan menyenangkan,wujud kebenaran itu indah dan mendamaikan,paling tidak itulah yang ibu yakini,kalo engkau hendak bercermin dan menjadi muslim yang baik,maka cermin utamamu adalah Rasulullah Yang Agung,sosoknya sudah tidak lagi ada diantara kita,tapi paling tidak kalian tahu bagaimana berikhtiar untuk berakhlaq seperti Rasulullah,jadilah orang yang "taqqarub ilaa Alloh",cirinya :
1.Ucapannya:
menyejukkan dan penuh kasih sayang, tidak mengumbar kata-kata yang kasar, dan menyingung orang lain, hati-hati dalam bertutur kata, karena takut jika dari kata yang ia lontarkan bisa menyakiti hati orang lain.

2.Sholatnya:
Amati apakah dia waktunya sibuk untuk bersujud dihadapan Tuhan siang dan malam, apakah habis digunakan untuk mencaci orang lain, membenci orang lain, mengkafirkan orang lain, merendahkan orang lain. Apakah dia selalu menyebut Allah dengan lembut di mulut dan dihati.

3.Amalanya:
Terlalu sombong jika ia mengatakan kitalah yang paling baik amalannya, karena manusia itu memang tempat salah dan dosa, maka tidak cukup jika hanya dengan apa yang ia upayakan sudah bisa meyelamatkan dia dari azab Tuhan. Kecuali Tuhan sendiri yang meringankannya, Tuhan sendiri yang mengampuni dosanya.

4.Karya nyatanya:
Apakah dia sudah membantu orang-orang yang kelaparan, tetangganya yang bingung BBM, bingung menyekolahkan anak, mengajak ke jalan yang benar dengan cara yang bisa diterima pada jamannya, seperti para Wali yang telah mengajak jutaan orang Indonesia ke jalan kebenaran.

Ibu ingat satu kejadian waktu ibu remaja dulu,ada 2 kelompok Muslimin yang berseteru karena berbeda pendapat akan suatu hal (ibu juga lupa apa yang mereka perdebatkan),yang ibu ingat keduanya sepakat untuk MUBAHALAH (bersumpah atas nama Alloh SWT di tanah lapang,dimana kedua belah pihak dan keluarganya masing-masing akan ikut bersumpah,yang benar niscaya akan tetap hidup dan yang salah/sesat akan menemui kematian dengan kehinaan)terus terang ibu agak ngeri dengan kejadian itu,bagaimana mungkin sebagai sesama muslim bersumpah agar salah satunya mati hina,sampailah hari dimana mereka akan melakukan Mubahalah.
Mereka berucap sumpah,dan yang hadir akan menjadi saksi pihak siapa yang akan mati hina karenaya nya.Setelah 7 hari sejak ucap sumpah itu dilakukan,ternyata tidak ada yang terjadi antara kedua kubu tersebut..
Oh ternyata Alloh jauh lebih penyayang,kasihNya meliputi semua golongan,semua ummat dan semua mahluq.
Alloh punya kriteria sendiri akan siapa yang berhak paling mulia disisiNya,Ketaqwaan dan Keikhlasannya.

Saturday, June 7, 2008

Keutamaan Surat Al-Waqi'ah (Resep Menjadi Kaya)

Ketahuilah barang siapa membaca atau mengamalkan surat Al Waqi'ah,maka Alloh akan memberi keluasan rezeki serta menghilangkan kefakiran.Rasulullah SAW bersabda :
"Barang siapa membaca surat Al Waqi'ah setiap malam,maka ia tidak mendapat kefakiran dan kemelaratan selamanya."

Ubay bin Ka'b berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang membaca surat Al-Wâqi'ah, ia akan dicatat tidak tergolong pada orang-orang yang lalai." (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5/203).

Abdullah bin Mas'ud berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqi'ah, ia tidak akan tertimpa
oleh kefakiran selamanya." ." (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5/203).

Sesungguhnya Alloh Maha Kaya,kekayaannya tiada berbatas,dan barang siapa "mengemis" dengan sepenuh hati,penuh ketundukan,dan keyakinan akan kemurahanNya,maka siapakah yang mampu menghadang limpahan rahmatNya.
Yaa Fataah,Yaaa Razaq,Ya Kafii,Yaa Mugniii........

Friday, June 6, 2008

Fathimah Az Zahrah

"Semulia-mulia wanita di surga adalah Khadijah binti khuwailid (istri Nabi Muhammada SAW),Fathimah binti Muhammad,Maryam binti Imran (ibunda Nabi Isa as)
dan Asiah binti Muzahim (istri Fir'aun)"
(Hadits Riwayat Ath Thabari)

"Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dariku.Siapa yang menyakitinya,berarti telah menyakitiku"
(Hadits Riwayat Bukhari)

"Fathimah adalah bidadari yang diciptakan Alloh SWT dalam wujud manusia"
(Hadist Nabi Muhammad SAW)

"Aku tidak pernah melihat seorang yang pembicaraannya sangat menyerupai Rasulullah,selain Fathimah.Jika Fathimah masuk ke tempat Rasulullah maka beliau menyalami Fathimah,mencium tangannya dan meminta duduk disamping beliau."
(Aisyah,istri nabi Muhammad SAW)

"Putri Rasulullah beribadah sedemikian rupa di mihrabnya,sehingga sering kaki beliau bengkak dari lamanya duduk dan berdiri dalam ibadahnya." (Hasan Al basri)



Siapakah sebenarnya Fathimah? Mengapa sang Nabi melalui lisan sucinya berkali-kali mengingatkan kita untuk memuliakan Fathimah?Mengapa Alloh SWT memberikan keturunan pada Rasulullah melalui anak perempuannya ini?Kehidupan Fathimah yang singkat seakan masih banyak menyimpan misteri.

Fathimah binti Muhammad tentu bukanlah wanita biasa.Pada malam penciptaannya,Alloh SWT mengutus Malaikat Jibril khusus untuk membawa makanan dari surga bagi Nabi Muhammad SAW dan Khadijah.Oleh karenanya,Nabi SAW menyebutkan bahwa jika beliau rindu akan wangi surga,maka ia mencium anak perempuannya ini.Fathimah lahir di masa tersulit,dimana tidak seorang wanitapun ketika itu bersedia membantu kelahirannya.Di saat kritis itu,Alloh SWT mengutus padar bidadari berwujud manusia untuk membantu persalinan Khadijah.

Sejak usia balita,ia sudah membantu dakwah ayahnya.Tangan kecil Fathimah lah yang membersihkan kotoran yang dilemparkan kaum kafir Quraisy ke kepala suci ayahnya.Ibadah fathimah pun sangatlah luar biasa.Diriwayatkan,seperti halnya Maryam (ibunda Nabi Isa AS),Alloh SWT kerap menurunkan hidangan dari langit ketika Fathimah beribadah di mihrabnya.Sedangkan kecerdasan dan kedalaman ilmu Fathimah yang merupakan hasil didikan langsung dari Rasulullah,menjadi tumpuan pemecahan masalah wanita waktu itu.

Jika kaum muslimin bisa mencontoh Rasulullah,maka kaum muslimah dengan segala aspeknya yang berbeda dengan pria,mempunyai Fathimah sebagai teladan yang sempurna.

Begitu sering nama Fathimah kita dengar,namun begitu banyak sisi kemuliaannya yang mungkin belum kita ketahui.

Muhammad Amin (dr buku Fathimah)

Wednesday, June 4, 2008

Shalat Hajat untuk Memperoleh Kemudahan Rizki

Diriwayatkan dari Imam Zainal Abidin (sa): Pada suatu hari ia menjumpai seseorang sedang duduk di depan pintu orang lain, lalu beliau berkata kepadanya: Mengapa kamu duduk di depan pintu manusia yang hidupnya suka berfoya-foya dan angkuh, celakalah kamu. Lalu beliau berkata: Bangunlah! Akan kuantarkan kamu ke pintu yang lebih baik darinya, kepada Pemelihara Yang Maha Agung. Kemudian Imam Zainal Abidin (sa) memegang tangannya lalu mengantarkannya sampai ke masjid Nabi saw. Lalu beliau berkata kepadanya: Menghadaplah ke kiblat, lalukan shalat dua rakaat, kemudian angkatlah tanganmu kepada Allah ‘Azza wa Jalla, pujilah Allah, bacalah shalawat; kemudian berdoalah dengan akhir surat Al-Hasyr, enam ayat dari awal surat Al-Hadid, dan dua ayat surat Ali-Imran, kemudian mohonlah kepada Allah swt apa yang kamu inginkan. Sungguh tidaklah kamu meminta sesuatu kepada-Nya kecuali Dia akan memberimu.

Cara melakukannya:
• Lakukan shalat dua rakaat dengan niat untuk mencapai hajat. Setiap rakaat setelah membaca Fatihah, membaca salah satu surat Al-Qur’an.
• Setelah salam membaca zikir pujian kepada Allah, dan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya.
• Kemudian berdoa dengan membaca akhir surat Al-Hasyr, enam ayat dari awal Surat Al-Hadid, dan dua ayat Surat Ali-Imran, yaitu:

لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْءَانَ عَلى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعاً مُّتَصدِّعاً مِّنْ خَشيَةِ اللَّهِ وَ تِلْك الأَمْثَلُ نَضرِبهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ. هُوَ اللَّهُ الَّذِى لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَلِمُ الْغَيْبِ وَ الشهَدَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ. هُوَ اللَّهُ الَّذِى لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِك الْقُدُّوس السلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكبرُ سبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشرِكونَ. هُوَ اللَّهُ الْخَلِقُ الْبَارِئُ الْمُصوِّرُ لَهُ الأَسمَاءُ الْحُسنى يُسبِّحُ لَهُ مَا فى السمَاوَتِ وَ الأَرْضِ وَ هُوَ الْعَزِيزُ الحَْكِيمُ

Law anzalnâ hâdzal qur’âna ‘a-lâ jabalin laraytuhû khâsyi’an mutashaddi’an min khasy-yatil-lâh, wa tilkal amtsâlu nadhribuhâ linnâsi la’allahum yatafakka-rûn. Huwallâhul ladzî lâilâha illâ Huwa, ‘آlimul ghaybi wasy syahâdah, Huwar Rahmânur Rahîm. Huwallâhul ladzî lâ ilâha illâ Huwal Malikul Qud-dûsus Salâmul Mu’minul Muhaymin(u), Al-’Azîzul Jabbârul Mutakabbir, Subhânallâhi ‘ammâ yusyrikûn(a). Huwallâhul Khâliqul Bâriul Mushawwiru, lahul asmâul husnâ, yusabbihu lahû mâ fis samâwâti wal ardhi, wa Huwal ‘Azîzul Hakîm.

Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. Dialah Allah Yang tiada tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tiada tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Memberi kesejahteraan, Yang Maha Memberi keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Memiliki semua keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, Dialah Yang Memiliki nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Al-Hasyr/59: 21-24).

بِسمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ‏
سبَّحَ للَّهِ مَا فى السمَوَتِ وَ الأَرْضِ وَ هُوَ الْعَزِيزُ الحَْكِيمُ‏. لَهُ مُلْك السمَوَتِ وَ الأَرْضِ يحْىِ وَ يُمِيت وَ هُوَ عَلى كلّ‏ِ شىْ‏ءٍ قَدِيرٌ. هُوَ الأَوَّلُ وَ الاَخِرُ وَ الظهِرُ وَ الْبَاطِنُ وَ هُوَ بِكلّ‏ِ شىْ‏ءٍ عَلِيمٌ‏. هُوَ الَّذِى خَلَقَ السمَوَتِ وَ الأَرْض فى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثمَّ استَوَى عَلى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فى الأَرْضِ وَ مَا يخْرُجُ مِنهَا وَ مَا يَنزِلُ مِنَ السمَاءِ وَ مَا يَعْرُجُ فِيهَا وَ هُوَ مَعَكمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ. لَّهُ مُلْك السمَوَتِ وَ الأَرْضِ وَ إِلى اللَّهِ تُرْجَعُ الأُمُورُ. يُولِجُ الَّيْلَ فى النهَارِ وَ يُولِجُ النهَارَ فى الَّيْلِ وَ هُوَ عَلِيمُ بِذَاتِ الصدُورِ

Bismillâhir Rahmânir Rahîm, sabbaha lillâhi mâ fis samâwâti wal ardh(i), wa Huwal ‘Azîzul Hakîm(u). Lahû mulkus samâ-wâti wal ardh(i), yuhyî wa yumît(u), wa Huwa ‘alâ kulli syay-in qadîr(u). Huwal Awwa-lu wal آkhiru wazh-Zhâhiru wal Bâthin(u), wa Huwa bikulli syay-in ‘alîm(u). Huwal ladzî khalaqas samâwâti wal ardha fî sittati ayyâm(in) tsummastawâ ‘alal ‘arsy(i), ya’lamu mâ yaliju fil ardhi wamâ yakhruju minhâ wamâ yanzilu minas samâi wa mâ ya’ruju fîhâ, wa Huwa ma’akum aynamâ kuntum, wallâhu bimâ ta’malûna bashîr(u). Lahû mulkus samâwâti wal ardh(i), wa ilallâhi turja’ul umûr(u). Yûlijul layla fin nahâri wa yûlijun nahâra fil layl(i), wa Huwa ‘Alîmun bidzâtish shudûr.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dan Dilalah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Milik Dialah langit dan bumi, Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy, Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Milik Dialah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati. (Al-Hadid/57: 1-6).

قُلِ اللَّهُمَّ مَلِك الْمُلْكِ تُؤْتى الْمُلْك مَن تَشاءُ وَ تَنزِعُ الْمُلْك مِمَّن تَشاءُ وَ تُعِزُّ مَن تَشاءُ وَ تُذِلُّ مَن تَشاءُ بِيَدِك الْخَيرُ إِنَّك عَلى كلّ‏ِ شىْ‏ءٍ قَدِيرٌ. تُولِجُ الَّيْلَ فى النَّهَارِ وَ تُولِجُ النَّهَارَ فى الَّيْلِ وَ تُخْرِجُ الْحَىَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَ تُخْرِجُ الْمَيِّت مِنَ الْحَىّ‏ِ وَ تَرْزُقُ مَن تَشاءُ بِغَيرِ حِسابٍ‏

Qulillâhumma mâlikal mulki tu’til mulka man tasyâ’ wa tun-zi’ul mulka mimman tasyâ’, wa tu’izzu man tasyâ’ wa tudzillu man tasyâ’ biyadikal khayr(u), innaka ‘alâ kulli syay-in qadîr (un). Tûlijul layla fin nahâri wa tûlijun nahâra fil layl(i), wa tukhrijul hayya minal mayyiti wa tukhrijul mayyita minal hayy(i), wa tarzuqu man tasyâu bighayri hisâb.

Katakanlah: Wahai Tuhan yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab, tanpa perhitungan. (Ali-Imran/3: 26-27).

Catatan: Jika Anda ingin lebih khusuk, maka setelah membaca ayat-ayat Al-Qur’an tersebut sujudlah dan mohonlah kepada Allah Yang Maha Dermawan dengan menggunakan bahasa Anda.

Akar Penderitaan dan Kesengsaraan

Dunia dan keindahannya menebar senyum merayu manusia, harta dan gemerlapnya menyilaukan pandangannya, kekuasaan dan kursinya membutakan mata hatinya. popularitas ditebarkan, kasih sayang disingkirkan, penderitaan tak diperdulikan.

Keadilan dan kebenaran disuarakan padahal setiap saat membelakanginya.Simbol panji keislaman dikibarkan sampai ke pelosok negeri dan lorong-lorong kecil padahal penghuninya disengsarakan. Jubah-jubah para kekasih Allah dibungkuskan padahal prilakunya tak mencerminkan.

Yang kaya berpesta, yang miskin menderita. Yang berkuasa tertawa,rakyat kecil berduka.
Keadilan disuarakan dalam lisan, dijauhkan dari kehidupan. Kebenaran didalihkan, disingkirkan dari kenyataan. Yang miskin tetap menderita bahkan semakin sengsara. Umat Rasul yang agung dibungkus dengan jubah keulamaan untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan. Mereka digiring dan dikumpulkan untuk berbaku hantam di antara mereka. Darah mengalir di sekujur tubuhnya, orang tuanya menangis dan menjert memandangnya.
Maka sempurnalah penderitaan dan kesengsaraan mereka.

Apa gerangan alasan mereka untuk membenarkan prilakunya? Untuk kesejahteraan umat Rasulullah saw! Tidakkah kita menyaksikan dengan jelas penderitaan mereka semakin meningkat, kesengsaraan mereka semakin menghimpit, dan kemiskinan mereka semakin mencekik leher mereka.

Untuk menegakkan keadilan dan kebenaran! Aduhai, siapa yang pantas memimpin aktivitas ini? Mustahil itu terjadi, karena bertentangan dengan sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah swt dalam hukum takwini-Nya. Mustahil para pecinta dunia dapat menegakkan keadilan dan kebenaran, mustahil para pencinta harta dan kekuasaan perduli terhadap penderitaan orang lain,mensejahteraan rakyat kecil, dan membahagiakan umat Rasulullah saw.

Duhai saudara-saudaraku, betapa sering rakyat kecil dijanjikan harapan
dan kesejahteraan, kaum mustadh'afin dijanjikan keadilan dan
kebenaran. Mengapa ini sering terjadi? Mengapa kita mudah lupa pada
peristiwa yang telah terjadi? Lalu bagaimana cara kita menyikapinya?
Jawabannya: Merenungi pesan-pesan Rasulullah saw dan berpegang teguh dengannya.

Pesan-Pesan Rasulullah saw

Allah swt berfirman:
"Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara
dengan Aku." (Al-Mu'minun: 108)

"Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan)
akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak
akan ditolong." (Al-Baqarah: 86)

Rasulullah saw bersabda:
"Akan datang sesudahku suatu kaum, mereka makan bermacam-macam makanan yang paling nikmat, menikahi bermacam-macam wanita yang paling cantik, memakai pakaian yang paling halus (mahal), mengendarahi kendaraan yang paling kuat (mewah). Perut mereka tak pernah kenyang terhadap yang sedikit, jiwa mereka tak pernah qana'ah terhadap yang banyak. Mereka mengasingkan di dunia, pagi hari pergi mencari dunia dan merasa
bahagia dengannya. Mereka menjadikan dunia sebagai Tuhan tanpa Allah, menjadikan pengatur tanpa Allah.
Pada dunia berakhir segala urusan mereka, dan hawa nafsunya sebagai penghibur mereka. Maka, barangsiapa yang menjumpai zaman itu, hendaknya berpegang teguh dengan risalah
Muhammad bin Abdullah, juga generasi sesudahnya; jangan mengucapkan salam pada mereka, jangan jenguk yang sakit dari mereka, jangan antarkan jenazah mereka, jangan hormati sesepuh mereka. Barangsiapa yang melakukan hal itu (seperti yang mereka lakukan), maka ia telah membantu menghancurkan Islam." (Jami'us Sa'adat, penghimpun
kebahagiaan: 2/26)